Sunday, February 7, 2016

Suatu malam, 22:22 WIB

Aku teringat sore itu di sebuah stadion bola di kota dimana kita dibesarkan
Duduk menunggu hujan reda, beriringan dengan orang lain yang bernasib sama
Mengomentari wangi rumput yang bercampur tanah basah
Mengkritik pemuda dengan sebatang rokok yang sama-sama tidak kita suka aromanya
Kemudian berunding tentang mana yang lebih baik, aroma vanili atau berry

Kita tak lebih dari dua orang belia yang terjebak dalam ruang
Ruang yang sesak, sampai-sampai hanya kamu yang bisa kulihat
Tapi aku menikmati setiap hal kecil yang ada
Menyelam dalam pupil yang dikitari iris cokelat yang sangat ku suka
Memperhatikan tiap gerak tubuhmu yang seringkali berjarak

Mungkin kau tidak pernah ingat, namun aku tidak pernah lupa
Semua yang terjadi memang tentang kita: aku dan kau
Aku yang bertahan dengan caraku dan kau yang memilih pergi dengan caramu
Tentang kita yang mungkin memang terlalu muda untuk berceloteh tentang selamanya
Tentang kita yang pada akhirnya sama-sama tak berdaya

Tentu saja setelah semua hal yang terjadi aku akan mengengangmu dengan caraku
Mengangguk bijak setiap orang berceloteh tentang bagaimana aku seharusnya tanpa dirimu
Tersenyum sehangat mungkin saat sesekali aku dan mereka berkelakar tentangmu
Hidup dengan normal, bernafas dengan normal, melakukan banyak kegiatan dengan normal
Meskipun terus terang, perasaanku masih saja memburu setiap kali namamu terdengar


Untukmu yang dulu tidak pernah ku ragu
Demi tuhan, aku rindu.



Teras kamar, 7 Februari 2016 22:22 

0 comments:

Post a Comment

 
;