Namaku Putra. Aku seorang pemuda berusia
28 tahun yang sejak kecil dibesarkan di ibu kota. Tinggiku 178, rambutku berwarna
kecoklatan dan memiliki kulit sawo matang yang, kata teman-temanku, eksotis.
Memiliki alis yang tebal dan rahang yang tegas, banyak orang mengatakan aku
orang yang penuh karisma, dan tampan tentunya. Dari segi pekerjaan, aku dapat
dikatakan cukup sukses sebagai seorang eksekutif muda. Di usiaku yang sekarang
aku sudah dapat membeli apartemen dan mobilku sendiri. Meskipun demikian, bekerja
di perusahaan multinasional membuat waktuku sangat tersita, bahkan seringkali weekend-ku dipakai untuk mengurusi masalah
kantor. Tapi bagiku itu bukan masalah. Aku menikmati pekerjaanku.
Teman-temanku mengatakan bahwa hidupku sempurna.
Wajahku tampan dan aku kaya. Biarpun begitu, mereka tetap heran mengapa sampai
saat ini aku belum menikah. Mereka sama saja dengan keluargaku, yang selalu
bertanya kapan mereka punya menantu, seperti apa tipe perempuan idaman yang
kucari, dan mereka juga kerap mendesakku untuk tidak hanya memikirkan karir dan
segera mencari pasangan hidup. Jujur saja, aku bosan dengan pertanyaan dan desakan-desakan
yang mereka lontarkan padaku. Bukan aku tidak peduli. Aku sangat peduli, tentu
saja. Tapi masalahnya, hatiku tidak bisa pergi dari seorang yang selalu menyita
perhatianku pada saat di bangku kuliah, namanya Eka. Telah lama kusadari bahwa
aku telah jatuh cinta padanya, tapi bodohnya aku yang tidak pernah menyatakan
perasaanku padanya. Dan sampai sekarang aku masih sangat mencintainya. Hanya
dia.
***
Namaku Eka. Aku adalah seorang penulis
dan sekarang aku sedang melanjutkan studi S2 ku di Sastra Indonesia. Rambutku
pendek dan tinggiku juga hanya 160an. Mataku besar dan kata orang aku punya
senyum yang juara. Keseharianku disibukkan dengan tugas dan perkuliahan.
Terkadang disaat aku tidak memiliki kesibukan di kampus, aku menghabiskan waktu
di sebuah café atau hanya duduk-duduk di beranda rumah sembari mencari
inspirasi untuk tulisanku. Yah, sebenarnya aku tidak perlu pergi kemana-mana
untuk mencari inspirasi. Aku punya inspirasiku sendiri. Inspirasiku berwujud
seorang pria berkulit secerah purnama yang selalu berusaha menemaniku di
sela-sela kesibukannya. Namanya Faisal.
Aku mengenal Faisal di bangku kuliah. Faisal
adalah orang yang sangat baik dan tidak pernah berlaku kasar kepada siapapun. Kami
dipertemukan di sebuah kepanitiaan di kampus. Awalnya hubungan kami hanya
sebatas hubungan professional, namun ternyata seusai kepanitiaan yang kami
jalani bersama itu, hubungan kami justru semakin dekat hingga ia menyatakan
cinta padaku. Aku sangat tidak menyangka. Awalnya aku kira aku akan patah hati
lagi. Aku kira perasaanku akan bertepuk sebelah tangan lagi, seperti yang
selalu kualami sejak masih duduk di bangku sekolah. Tapi ternyata tanpa kuduga,
ia memiliki perasaan yang sama kepadaku. Baru kali ini aku merasa dicintai oleh
orang yang kucintai. Aku kira Tuhan jahat padaku, tapi ternyata Tuhan akhirnya mengirim
sosok Faisal untuk menemaniku. Tuhan tidak jahat.
Meskipun demikian, tentu saja banyak
orang yang mencemooh hubungan kami. Aku kira ini adalah waktuku untuk bahagia,
tapi mengapa orang-orang tetap tidak bisa sedikit saja berbahagia untukku?
Awalnya hal tersebut menggangguku. Awalnya ada segelintir perasaan jengah yang
selalu mengusikku. Awalnya sering kurasakan dingin di ulu hati akibat
tatapan-tatapan ingin tahu dan cibiran-cibiran penuh benci dan kebingungan yang
seringkali sayup-sayup kudengar. Tapi itu dulu. Sekarang aku sudah terbiasa.
Meskipun tatapan dan cibiran itu masih sering kudapati, namun aku selalu
berusaha untuk mengabaikannya. Aku punya Faisal disampingku. Aku sangat
mencintainya. Hanya dia.
***
Namaku Faisal. Aku kekasih Eka. Aku
seorang pemuda berusia 28 tahun dan sekarang aku sedang menjalankan sebuah
bisnis properti yang cukup sukses. Kulitku dapat dikatakan putih untuk ukuran
laki-laki dan aku memiliki rambut legam yang ku potong pendek. Aku tidak
percaya Tuhan dan aku tidak menikah. Aku hanya memuja Eka. Kekasihku. Belahan
jiwaku.
Memiliki Eka dalam hidupku adalah
anugerah. Meskipun untuk menjalin hubungan denganku adalah keputusan yang
sulit, dia tetap memilih untuk berada disampingku. Ia tak peduli dengan tatapan
dan perkataan orang-orang yang selalu mencemooh kami. Eka adalah segalanya. Aku
tidak punya keluarga ataupun teman. Hanya Eka lah yang selalu memahami dan
dapat ku andalkan. Meskipun hanya ada dirinya, seorang Eka cukup untuk mengisi hati
dan hari-hariku. Eka adalah sosok yang sangat perhatian dan pengertian.
Walaupun akhir-akhir ini aku selalu sibuk dan kami hanya mengobrol sambil lalu,
dia tidak pernah mengeluh. Aku sangat
menyayanginya. Hanya dia.
***
Kami bertemu lagi.
Ya, setelah sekian lama tidak melihat senyumnya,
akhirnya aku kembali bertemu dengannya. Eka. Seorang yang hanya dapat ku
bayangkan dalam mimpi dan fantasiku sekarang berada hanya dua puluh langkah di
depanku. Aku memang sengaja menghadiri acara reuni kampus karena aku berharap
dapat bertemu dengan Eka. Aku sudah bertekad untuk menyatakan perasaanku pada
Eka. Aku sudah tahu dari lama kalau Eka pernah memiliki perasaan yang sama
sepertiku. Aku harus memilikinya.
Saat aku hendak mendekatinya, tiba-tiba
ada sosok lelaki yang menghampiri Eka. Setelah berbincang sebentar, ia mencium
kening Eka lalu beranjak pergi. Cih, Faisal rupanya. Si brengsek itu. Dia yang
telah merebut Eka dariku. Aku harus membalasnya. Aku harus merebut kembali apa
yang seharusnya jadi milikku. Aku harus merebut Eka.
***
“Hai Eka, masih ingat aku?,” ujar Putra
“Tentu saja. Kau Putra, kan? Sudah lama
tidak melihatmu. Apa kabar?”
“Baik tentunya. Sudah mau pulang ya?”
“Ya sepertinya begitu. Acaranya
membosankan.”
“Kau terburu-buru?”
“Tidak. sepertinya tidak.”
“Bagaimana kalau kau menemaniku makan?
Ayolah, kita sudah lama tidak bertemu. Aku yang traktir.”
“Sebenarnya aku ada janji dengan
seseorang. Faisal, kau tau kan? Kami berjanji akan bertemu di apartemenku malam
ini. Tapi oke deh, aku mau. Pastikan kita pulang tidak terlalu larut ya.”
“Tenang saja.”
***
Aku kecewa.
Tidak.
Aku hancur lebur.
Bagaimana perasaanmu melihat orang yang
selama ini kau anggap belahan jiwamu, orang yang selalu kau perjuangkan, orang
yang sangat kau sayangi berada di atas ranjang dengan laki-laki lain tanpa
sehelai benang pun menutupi tubuhnya?
Mataku perih. Tanganku terkepal sampai
aku bisa merasakan kuku-kukuku menggores telapak tanganku. Ini pasti ulah
lelaki itu. Tak akan kubiarkan dia merebut apa yang telah menjadi milikku.
***
Gamang.
Itulah hal yang kurasakan pertama kali
saat aku membuka mata. Kemarin rasanya berjalan begitu cepat. Yang terakhir ku
ingat Putra menambahkan wine ke
gelasku dan kami melanjutkan obrolan kami. Aku tidak ingat mengapa aku bisa sampai
ke tempat tidurku. Aku tidak ingat mengapa aku tidak mengenakan pakaian. Dan
aku tidak ingat mengapa ada Putra di dalam kamarku. Dia tampak sangat lelah,
sama sepertiku.
Aku akhirnya sadar ada yang
memperhatikan kami dari pintu kamarku. Faisal. Lamat-lamat aku paham apa yang
telah terjadi. Pasti aku lupa mengunci pintu masuk apartemenku tadi. Sebelum
aku sempat berbicara, Faisal masuk dan langsung melayangkan pukulannya ke wajah
Putra. Putra yang masih belum sadar sepenuhnya langsung terjatuh dari tempat
tidur. Aku ingin berteriak, tapi entah mengapa suaraku tercekat. Aku hanya bisa
menonton kejadian itu dalam diam. Mataku berkunang-kunang namun dengan sekuat
tenaga aku mencoba untuk menjaga diriku agar tetap sadar.
Kejadian itu belum berhenti. Tanpa ada
perlawanan berarti dari Putra, Faisal terus melayangkan pukulannya ke Putra
sampai babak belur. Wajah putra sudah tak karuan. Darah merembes ke selimut
yang ikut terjatuh dari tempat tidur. Tidak berhenti sampai disitu, Faisal
menghantamkan lampu tidur yang ada di atas meja tepat di kepala Putra sampai
lampu itu pecah bekeping-keping. Masih tidak puas, Faisal mencekik leher Putra
sekuat tenaga. Putra meronta sekuat tenaga, namun apa daya Faisal yang dipenuhi
amarah terus mencekik Putra sampai akhirnya Putra tidak lagi meronta.
Dengan terhuyung-huyung aku berusaha
keluar dari kamarku. Itu bukan Faisal yang aku kenal. Faisal tidak mungkin tega
melakukan itu. Itu bukan Faisalku. Dia bukan Faisal. Dia pembunuh.
***
Aku menyusulnya keluar kamar.
Kekasihku. Belahan jiwaku.
Aku sangat ingin memeluknya saat
itu. Meskipun telah mengecewakanku, aku tetap mencintai dan menyayangi Eka. Namun,
bukan kata maaf yang aku dapatkan, ia justru mendorongku sekuat tenaga saat aku
berusaha untuk merengkuhnya. Dia meneriakiku. Dia mengatakan bahwa aku adalah binatang. Ia mengatakan bahwa aku pembunuh. Dan ia juga mengatakan bahwa ia
tidak ingin melihatku lagi seumur hidupnya. Selama aku mengenalnya, tidak
pernah sekalipun ia meneriakiku seperti itu. Amarahku kembali tersulut.
Entah apa yang merasuki pikiranku,
aku segera mengambil pisau yang ada di atas meja tidak jauh dari tempat aku
berdiri. Kalap, aku menusuk Eka tepat di ulu hatinya. Tidak puas, aku juga
melakukan hal yang sama dengannya seperti yang telah aku lakukan pada si
brengsek Putra. Aku mencekiknya sekuat tenaga dan menusuknya lagi berulangkali
dengan pisau yang sama hingga Eka tidak lagi sadarkan diri.
Mungkin Eka benar, aku memang binatang.
***
Aku tidak tahu harus bersyukur atau
tidak.
Ternyata keributan yang terjadi di
apartemen Eka didengar oleh tetangganya. Tetangga tersebut bergegas menuju
kamarnya dan menemukan Eka yang telah bersimbah darah serta diriku yang babak
belur dan tidak sadarkan diri. Tetangganya itu langsung menelepon polisi dan segera
melarikanku serta Eka ke rumah sakit. Aku berhasil diselamatkan, namun Eka
tidak.
Disinilah aku sekarang, di pemakaman
Eka. Tidak banyak yang menghadiri pemakaman Eka. Aku paham. Eka tidak memiliki
siapa-siapa. Ia dibuang oleh keluarganya dan ia dianggap sampah oleh teman-temannya.
Hanya segelintir orang yang menghadiri pemakaman Eka. Faisal? Aku tidak tahu
dimana dirinya berada. Aku tidak peduli.
Aku sangat ingin memutar waktu agar
kejadian ini tidak terjadi. Aku sangat menyesal dan merasa bersalah atas
kematian Eka. Namun semua itu sudah tidak ada artinya. Aku hanya bisa termangu
melihat batu nisan yang bertorehkan namanya.
MUHAMMAD
EKA BRAMANTYO bin ROHMANSYAH
Lelaki itu. Pujaan hatiku. Dambaan
jiwaku. Sampai kapanpun aku akan terus mencintainya. Hanya dia.