Milk adalah sebuah film yang terinspirasi dari kisah
nyata yang menceritakan tentang seorang aktivis bernama Harvey Milk. Milk merupakan sosok pemuda yang menjadi seorang aktivis pembela kelompok homoseksual. Film ini dimulai
dengan menampilkan beberapa foto-foto asli zaman dulu, dimana dari cuplikan
foto-foto tersebut dapat kita lihat banyak laki-laki yang digrebek oleh aparat
penegak hukum.
Scene selanjutnya adalah pada saat Milk berulang tahun dan
bertemu dengan kekasihnya, Scott. Milk dan Scott kemudian memutuskan untuk berbisnis
bersama dan menyewa sebuah ruko dan membuka sebuah toko kamera di daerah Castro
yang mereka namai Castro Camera. Tetangga mereka mengetahui bahwa Milk dan
Scott adalah pasangan homoseksual, lalu ia seakan-akan mengancam Milk dan Scott
untuk meninggalkan ruko sewaan karena mereka gay, dan ia mengatakan bahwa
polisi tidak akan suka itu. Namun Milk dan Scott tetap dengan pendiriannya.
Selanjutnya Milk dan Scott berunding dan memutuskan
untuk sekaligus menjadi social
entrepreneur untuk kelompok homoseksual, sehingga toko mereka juga menjadi
pusat nongkrong kelompok-kelompok
gay.
Suatu hari, polisi melakukan penyerangan dan penyapuan
jalan, khususnya terhadap kelompok-kelompok homoseksual. Bahkan ada seorang teman Milk
yang juga homoseksual ditemukan tewas secara misterius di jalan, namun kasus
pembunuhan tersebut tidak diadili secara semestinya. Hal ini pun membuat Milk
berpikir bahwa harus ada seseorang yang menempati kursi pemerintahan untuk
membela kelompok homoseksual, seperti adanya orang kulit hitam yang menduduki kursi
pemerintahan untuk membela hak-hak kaum kulit berwarna. Milk ingin kaum
homoseksual juga mendapatkan hak-haknya. Milk akhirnya memutuskan untuk masuk ke dalam
dunia politik. Ia memutuskan untuk mencalonkan diri menjadi calon pengawas kota
San Fransisco.
Walaupun Milk mendapatkan banyak dukungan khususnya
dari kaum gay, tapi tetap saja selama kurang lebih dua kali ikut pemilihan ia
tetap kalah suara. Karena Milk sibuk dengan segala urusan politik tersebut, ia
akhinya bertengkar dengan Scott dan akhirnya mereka berpisah. Namun pada
akhirnya ia bertemu dengan seorang lelaki bernama Jack dan menjalin hubungan
dengannya. Namun, sama seperti Scott, Jack juga merasa Milk terlalu sibuk
dengan urusan politiknya sehingga ia menganggap Milk tidak memperdulikannya,
dan akhirnya Jack memutuskan untuk gantung diri di rumahnya.
Pada kali ketiga ia ikut mencalonkan diri, akhirnya
Milk berhasil menjadi dewan pengawas kota untuk Distrik 5. Kemenangannya ini
menjadikan ia aktivis gay pertama yang menduduki kursi pemerintahan. Hal
pertama yang Milk lakukan adalah mengajak massa sebanyak-banyaknya untuk
mendukung penegakan hak-hak kaum homoseksual dan menentang Anita Bryant. Anita
adalah orang yang menganggap kaum homoseksual adalah kelompok dari orang-orang
yang salah, sakit, dan tidak memiliki tempat di dunia.
Pada saat itu terdapat isu yang mengatakan bahwa akan
dibuat suatu undang-undang yang menyatakan bahwa pengajar yang homoseksual
haruslah dipecat karena dianggap pengajar yang homoseksual akan merekrut
anak-anak untuk mengikuti gaya hidup mereka yang menurutnya menyimpang. Tentu
saja Milk menentang hal tersebut. Milk berupaya untuk menentang rancangan
undang-undang tersebut. Dan Milk membuat rancangan undang-undang yang bertujuan
untuk menegakkan hak kaum homoseksual.
Pada akhirnya, hak kaum homoseksual akhirnya
diluluskan walaupun pada awalnya sempat kalah suara di beberapa daerah.
Sembilan dari sepuluh anggota dewan menyetujui undang-undang tersebut, kecuali
satu, yaitu Dan White, “rekan” Milk di dewan pengawas kota. White yang iri
dengan Milk karena banyak yang mendukungnya dan merasa terasing dari dewan
pengawas akhirnya memutuskan untuk mengundurkan diri dari kursi pemerintahan.
Namun tak lama kemudian ia memutuskan untuk kembali ke pemerintahan, tapi
ditolak oleh walikota San Fransisco. White pun menjadi gusar, dan pada suatu
hari ia kembali ke kantor pemerintahan dan mengatakan bahwa ia ingin bertemu
dengan walikota. Pada saat White berada berdua dengan walikota dalam ruangan,
White langsung menodongkan pistol ke arah walikota dan menembaknya. Setelah
membunuh walikota, ia menuju ke ruangan Milk dan langsung menembak Milk hingga
tewas.
Adegan terakhir dari film tersebut adalah pada saat
ribuan orang menyalakan lilin dan berjalan di sepanjang jalan untuk mengenang
Milk, seorang yang dianggap memiliki pengaruh yang sangat besar bagi kehidupan
mereka. Film ini ditutup dengan menampilkan foto-foto asli dari Milk, Scott,
dan kawan-kawan dan keterangan singkat tentang mereka.
Jika dilihat dari sudut pandang hak asasi manusia, salah satu isu terkait dengan HAM yang bisa diangkat dari film Milk ini adalah masalah freedom from fear atau bebas dari rasa
takut. Bebas dari rasa takut adalah salah satu dari empat kebebasan yang
tercantum dalam Deklarasi Universal HAM selain bebas untuk berpendapat, bebas
untuk memilih keyakinan, dan bebas untuk berkeinginan.[1] Namun
dari film ini dapat kita lihat bahwa sesungguhnya hak tersebut tidak secara
nyata dimiliki oleh setiap manusia.
Beberapa adegan di film tersebut menunjukkan bahwa
kelompok gay atau kelompok homoseksual belum mendapatkan salah satu hak asasi
manusia mereka yaitu bebas dari rasa takut. Misalnya pada adegan yang
menampilkan saat setiap anggota masing-masing membawa sebuah peluit yang akan
ditiup jika salah satu dari mereka membutuhkan bantuan. Adegan ini menunjukkan
bahwa mereka dapat dikatakan belum bebas dari rasa takut karena mereka merasa
mendapatkan ancaman-ancaman –terlebih
apabila mereka berjalan sendirian di malam hari– sehingga memerlukan peluit
untuk meminta bantuan satu sama lain.
Selain itu, adegan yang menunjukkan bahwa
anggota-anggota dari kelompok homoseksual belum terpenuhi hak bebas dari rasa
takut adalah pada saat pemeran utama, Harvey Milk, merasa takut dan was-was
pada saat berjalan di malam hari. Ia merasa ada seseorang yang mengikutinya
dari belakang pada saat itu. Ia juga takut bernasib sama seperti temannya yang
juga homoseksual, yang tewas secara misterius pada saat berjalan sendiri di
malam hari.
Adegan lain adalah pada saat Milk berkumpul dengan
teman-temannya dan beberapa temannya mengaku bahwa mereka belum memberitahu
keluarga mereka bahwa mereka memiliki orientasi seksual yang “berbeda” dari
masyarakat pada umumnya. Salah satu temannya mengaku takut memberitahu
keluarganya karena ia takut dikucilkan dan ditolak oleh keluarganya. Selain
itu, pada bagian awal dari film tersebut, pada saat Milk dan Scott masih berada
di New York, mereka harus menjalin hubungan secara sembunyi-sembunyi karena
takut apabila ketahuan maka mereka akan kehilangan pekerjaan. Dari
adegan-adegan pada film tersebut dapat kita lihat bahwa apa yang seharusnya
dimiliki oleh setiap individu kenyataannya tidak demikian. Masih ada
kelompok-kelompok tertentu yang tidak terpenuhi hak-haknya.
Hal lain yang dapat kita lihat pada film ini adalah
terjadi diskriminasi terhadap kaum homoseksual di bidang pekerjaan. Dapat kita
lihat dari film tersebut, terdapat adegan dimana akan dibuat peraturan yang
melarang seorang pengajar/guru yang homoseksual untuk bekerja. Dalam film itu
dikatakan seorang homoseksual harusnya tidak menjadi pengajar, karena pengajar
yang homoseksual dinilai akan membuat murid-muridnya menjadi seperti dirinya.
Diskriminasi di bidang pekerjaan memang rentan menimpa
kelompok homoseksual. Tak terhitung banyaknya kelompok
homoseksual yang telah mengalami diskriminasi pada pekerjaan karena orientasi
seksual mereka atau bahkan karena penampilan mereka. Beberapa juga mengalami
pelecehan secara verbal dari rekan kerja dan supervisor. Lainnya dipecat
meskipun mereka memiliki kinerja yang bermutu. Hukum diperlukan untuk mencegah
tragedi-tragedi tersebut terjadi di masyarakat.[2]
Seperti yang dapat kita lihat pada pasal 23 Deklarasi
Universal HAM menyatakan bahwa setiap orang berhak atas pekerjaan, berhak
dengan bebas memilih pekerjaan, berhak atas syarat-syarat perburuhan yang adil
dan menguntungkan serta berhak atas perlindungan dari pengangguran. Oleh karena
itu, pemutusan hubungan kerja kepada seseorang hanya berdasarkan orientasi
seksualnya dapat dikatakan sebagai salah satu bentuk pelanggaran HAM karena
pada dasarnya setiap orang berhak atas pekerjaan tanpa membeda-bedakan, apalagi
membedakannya hanya berdasarkan orientasi seksualnya.
Kelompok homoseksual tentu saja tidak boleh
didiskriminasi dalam bentuk apapun. Dalam film ini dapat kita lihat bahwa Milk
berusaha dengan keras untuk meningkatkan kesejahteraan kelompok homoseksual.
Pada dasarnya kelompok homoseksual hanya ingin aturan dan perilaku yang setara
antara kelompok yang heteroseksual maupun homoseksual, tidak
lebih, tidak kurang, tidak ada yang istimewa, sama saja.[3]
Pada dasarnya, hal yang diinginkan oleh kelompok homoseksual pada
dasarnya sederhana. Kelompok homoseksual tidak ingin melanjutkan kehidupan yang
selalu disalahgunakan, dihancukan, dan didiskriminasi di negara mereka sendiri.
Mereka tidak ingin bekerja dibawah stereotip mereka yang negatif. Mereka tidak
mau harus berjuang keras untuk menjalani kehidupan mereka. Hidup itu berat, hal
ini cukup tanpa beban yang memaksa mereka untuk membela diri dari ketakutan dan
prasangka di setiap kesempatan.[4]
Mereka tidak menginginkan perlakuan-perlakuan yang khusus, mereka hanya meminta
keseteraan. Mereka bertekad untuk mengamankan kebebasan sipil mereka sehingga
mereka dapat hidup dengan baik, aman, dan layak seperti orang lain.[5]
Setiap individu memiliki hak yang sama, pun bila
seseorang memiliki orientasi seksual yang “berbeda” dari masyarakat pada
umumnya. Setiap individu harus ditegakkan hak-haknya tanpa melihat
perbedaan-perbedaan yang ada, baik itu dari segi warna kulit, suku, agama,
bahkan orientasi seksual. Karena pada dasarnya siapapun itu semua individu
adalah sama, sama-sama manusia, dan setiap manusia memiliki hak-hak asasi yang
bersifat universal yang harus ditegakkan.