Thursday, February 18, 2016

“MILK” dalam Perspektif Hak Asasi Manusia


Milk adalah sebuah film yang terinspirasi dari kisah nyata yang menceritakan tentang seorang aktivis bernama Harvey Milk. Milk merupakan sosok pemuda yang menjadi seorang aktivis pembela kelompok homoseksual. Film ini dimulai dengan menampilkan beberapa foto-foto asli zaman dulu, dimana dari cuplikan foto-foto tersebut dapat kita lihat banyak laki-laki yang digrebek oleh aparat penegak hukum.

Scene selanjutnya adalah pada saat Milk berulang tahun dan bertemu dengan kekasihnya, Scott. Milk dan Scott kemudian memutuskan untuk berbisnis bersama dan menyewa sebuah ruko dan membuka sebuah toko kamera di daerah Castro yang mereka namai Castro Camera. Tetangga mereka mengetahui bahwa Milk dan Scott adalah pasangan homoseksual, lalu ia seakan-akan mengancam Milk dan Scott untuk meninggalkan ruko sewaan karena mereka gay, dan ia mengatakan bahwa polisi tidak akan suka itu. Namun Milk dan Scott tetap dengan pendiriannya.

Selanjutnya Milk dan Scott berunding dan memutuskan untuk sekaligus menjadi social entrepreneur untuk kelompok homoseksual, sehingga toko mereka juga menjadi pusat nongkrong kelompok-kelompok gay.

Suatu hari, polisi melakukan penyerangan dan penyapuan jalan, khususnya terhadap kelompok-kelompok homoseksual. Bahkan ada seorang teman Milk yang juga homoseksual ditemukan tewas secara misterius di jalan, namun kasus pembunuhan tersebut tidak diadili secara semestinya. Hal ini pun membuat Milk berpikir bahwa harus ada seseorang yang menempati kursi pemerintahan untuk membela kelompok homoseksual, seperti adanya orang kulit hitam yang menduduki kursi pemerintahan untuk membela hak-hak kaum kulit berwarna. Milk ingin kaum homoseksual juga mendapatkan hak-haknya.  Milk akhirnya memutuskan untuk masuk ke dalam dunia politik. Ia memutuskan untuk mencalonkan diri menjadi calon pengawas kota San Fransisco.

Walaupun Milk mendapatkan banyak dukungan khususnya dari kaum gay, tapi tetap saja selama kurang lebih dua kali ikut pemilihan ia tetap kalah suara. Karena Milk sibuk dengan segala urusan politik tersebut, ia akhinya bertengkar dengan Scott dan akhirnya mereka berpisah. Namun pada akhirnya ia bertemu dengan seorang lelaki bernama Jack dan menjalin hubungan dengannya. Namun, sama seperti Scott, Jack juga merasa Milk terlalu sibuk dengan urusan politiknya sehingga ia menganggap Milk tidak memperdulikannya, dan akhirnya Jack memutuskan untuk gantung diri di rumahnya.

Pada kali ketiga ia ikut mencalonkan diri, akhirnya Milk berhasil menjadi dewan pengawas kota untuk Distrik 5. Kemenangannya ini menjadikan ia aktivis gay pertama yang menduduki kursi pemerintahan. Hal pertama yang Milk lakukan adalah mengajak massa sebanyak-banyaknya untuk mendukung penegakan hak-hak kaum homoseksual dan menentang Anita Bryant. Anita adalah orang yang menganggap kaum homoseksual adalah kelompok dari orang-orang yang salah, sakit, dan tidak memiliki tempat di dunia.

Pada saat itu terdapat isu yang mengatakan bahwa akan dibuat suatu undang-undang yang menyatakan bahwa pengajar yang homoseksual haruslah dipecat karena dianggap pengajar yang homoseksual akan merekrut anak-anak untuk mengikuti gaya hidup mereka yang menurutnya menyimpang. Tentu saja Milk menentang hal tersebut. Milk berupaya untuk menentang rancangan undang-undang tersebut. Dan Milk membuat rancangan undang-undang yang bertujuan untuk menegakkan hak kaum homoseksual.

Pada akhirnya, hak kaum homoseksual akhirnya diluluskan walaupun pada awalnya sempat kalah suara di beberapa daerah. Sembilan dari sepuluh anggota dewan menyetujui undang-undang tersebut, kecuali satu, yaitu Dan White, “rekan” Milk di dewan pengawas kota. White yang iri dengan Milk karena banyak yang mendukungnya dan merasa terasing dari dewan pengawas akhirnya memutuskan untuk mengundurkan diri dari kursi pemerintahan. Namun tak lama kemudian ia memutuskan untuk kembali ke pemerintahan, tapi ditolak oleh walikota San Fransisco. White pun menjadi gusar, dan pada suatu hari ia kembali ke kantor pemerintahan dan mengatakan bahwa ia ingin bertemu dengan walikota. Pada saat White berada berdua dengan walikota dalam ruangan, White langsung menodongkan pistol ke arah walikota dan menembaknya. Setelah membunuh walikota, ia menuju ke ruangan Milk dan langsung menembak Milk hingga tewas.

Adegan terakhir dari film tersebut adalah pada saat ribuan orang menyalakan lilin dan berjalan di sepanjang jalan untuk mengenang Milk, seorang yang dianggap memiliki pengaruh yang sangat besar bagi kehidupan mereka. Film ini ditutup dengan menampilkan foto-foto asli dari Milk, Scott, dan kawan-kawan dan keterangan singkat tentang mereka.

Jika dilihat dari sudut pandang hak asasi manusia, salah satu isu terkait dengan HAM yang bisa diangkat dari film Milk ini adalah masalah freedom from fear atau bebas dari rasa takut. Bebas dari rasa takut adalah salah satu dari empat kebebasan yang tercantum dalam Deklarasi Universal HAM selain bebas untuk berpendapat, bebas untuk memilih keyakinan, dan bebas untuk berkeinginan.[1] Namun dari film ini dapat kita lihat bahwa sesungguhnya hak tersebut tidak secara nyata dimiliki oleh setiap manusia.

Beberapa adegan di film tersebut menunjukkan bahwa kelompok gay atau kelompok homoseksual belum mendapatkan salah satu hak asasi manusia mereka yaitu bebas dari rasa takut. Misalnya pada adegan yang menampilkan saat setiap anggota masing-masing membawa sebuah peluit yang akan ditiup jika salah satu dari mereka membutuhkan bantuan. Adegan ini menunjukkan bahwa mereka dapat dikatakan belum bebas dari rasa takut karena mereka merasa mendapatkan ancaman-ancaman  –terlebih apabila mereka berjalan sendirian di malam hari– sehingga memerlukan peluit untuk meminta bantuan satu sama lain.

Selain itu, adegan yang menunjukkan bahwa anggota-anggota dari kelompok homoseksual belum terpenuhi hak bebas dari rasa takut adalah pada saat pemeran utama, Harvey Milk, merasa takut dan was-was pada saat berjalan di malam hari. Ia merasa ada seseorang yang mengikutinya dari belakang pada saat itu. Ia juga takut bernasib sama seperti temannya yang juga homoseksual, yang tewas secara misterius pada saat berjalan sendiri di malam hari.

Adegan lain adalah pada saat Milk berkumpul dengan teman-temannya dan beberapa temannya mengaku bahwa mereka belum memberitahu keluarga mereka bahwa mereka memiliki orientasi seksual yang “berbeda” dari masyarakat pada umumnya. Salah satu temannya mengaku takut memberitahu keluarganya karena ia takut dikucilkan dan ditolak oleh keluarganya. Selain itu, pada bagian awal dari film tersebut, pada saat Milk dan Scott masih berada di New York, mereka harus menjalin hubungan secara sembunyi-sembunyi karena takut apabila ketahuan maka mereka akan kehilangan pekerjaan. Dari adegan-adegan pada film tersebut dapat kita lihat bahwa apa yang seharusnya dimiliki oleh setiap individu kenyataannya tidak demikian. Masih ada kelompok-kelompok tertentu yang tidak terpenuhi hak-haknya.

Hal lain yang dapat kita lihat pada film ini adalah terjadi diskriminasi terhadap kaum homoseksual di bidang pekerjaan. Dapat kita lihat dari film tersebut, terdapat adegan dimana akan dibuat peraturan yang melarang seorang pengajar/guru yang homoseksual untuk bekerja. Dalam film itu dikatakan seorang homoseksual harusnya tidak menjadi pengajar, karena pengajar yang homoseksual dinilai akan membuat murid-muridnya menjadi seperti dirinya.

Diskriminasi di bidang pekerjaan memang rentan menimpa kelompok homoseksual. Tak terhitung banyaknya kelompok homoseksual yang telah mengalami diskriminasi pada pekerjaan karena orientasi seksual mereka atau bahkan karena penampilan mereka. Beberapa juga mengalami pelecehan secara verbal dari rekan kerja dan supervisor. Lainnya dipecat meskipun mereka memiliki kinerja yang bermutu. Hukum diperlukan untuk mencegah tragedi-tragedi tersebut terjadi di masyarakat.[2]

Seperti yang dapat kita lihat pada pasal 23 Deklarasi Universal HAM menyatakan bahwa setiap orang berhak atas pekerjaan, berhak dengan bebas memilih pekerjaan, berhak atas syarat-syarat perburuhan yang adil dan menguntungkan serta berhak atas perlindungan dari pengangguran. Oleh karena itu, pemutusan hubungan kerja kepada seseorang hanya berdasarkan orientasi seksualnya dapat dikatakan sebagai salah satu bentuk pelanggaran HAM karena pada dasarnya setiap orang berhak atas pekerjaan tanpa membeda-bedakan, apalagi membedakannya hanya berdasarkan orientasi seksualnya.

Kelompok homoseksual tentu saja tidak boleh didiskriminasi dalam bentuk apapun. Dalam film ini dapat kita lihat bahwa Milk berusaha dengan keras untuk meningkatkan kesejahteraan kelompok homoseksual. Pada dasarnya kelompok homoseksual hanya ingin aturan dan perilaku yang setara antara kelompok yang heteroseksual maupun homoseksual, tidak lebih, tidak kurang, tidak ada yang istimewa, sama saja.[3]

Pada dasarnya, hal yang diinginkan oleh kelompok homoseksual pada dasarnya sederhana. Kelompok homoseksual tidak ingin melanjutkan kehidupan yang selalu disalahgunakan, dihancukan, dan didiskriminasi di negara mereka sendiri. Mereka tidak ingin bekerja dibawah stereotip mereka yang negatif. Mereka tidak mau harus berjuang keras untuk menjalani kehidupan mereka. Hidup itu berat, hal ini cukup tanpa beban yang memaksa mereka untuk membela diri dari ketakutan dan prasangka di setiap kesempatan.[4] Mereka tidak menginginkan perlakuan-perlakuan yang khusus, mereka hanya meminta keseteraan. Mereka bertekad untuk mengamankan kebebasan sipil mereka sehingga mereka dapat hidup dengan baik, aman, dan layak seperti orang lain.[5]

Setiap individu memiliki hak yang sama, pun bila seseorang memiliki orientasi seksual yang “berbeda” dari masyarakat pada umumnya. Setiap individu harus ditegakkan hak-haknya tanpa melihat perbedaan-perbedaan yang ada, baik itu dari segi warna kulit, suku, agama, bahkan orientasi seksual. Karena pada dasarnya siapapun itu semua individu adalah sama, sama-sama manusia, dan setiap manusia memiliki hak-hak asasi yang bersifat universal yang harus ditegakkan.



[1] Spigelman, James. 2010. THE FORGOTTEN FREEDOM: FREEDOM FROM FEAR. Cambridge University Press
[2] Hudson, David L. 2005. Gay Rights. USA: Infobase Publishing
[3] Roleff, Tamara L. 1997. Gay Rights. USA: Greenhaven Press [4] Ibid
[5] Ibid

0 comments:

Post a Comment

 
;