Sunday, June 12, 2016 0 comments

Anjing Ya Tetap Anjing


........

"Iya, tapi pas SMA biasa saja. Yaiyalah, kan dari awal SMA udah ada anjingnya hahaha!"

"Hmm, gitu. Jadi dia anjing?"

"Ya boleh lah sekali-sekali menggunakan istilah itu. Toh emang iya kan? Hahaha."

"Hahaha! Jangan gitu ah! Hitung-hitung kamu pernah suka sama anjing."

"Iya, aku suka anjing kok. Anjing kan lucu dan menggemaskan. Bisa jadi pelindung juga. Tapi ya namanya anjing ya tetep anjing."

"..."

"Kenapa?"

"Aku takut suatu hari aku dibilang anjing juga."

"Mungkin aja. Kalau kamu mainin aku sih."

"Mudah-mudahan engga kok"

"Kita lihat saja."
Monday, May 16, 2016 0 comments

Hampir Satu Tahun

Hampir satu tahun tak kurasa lagi sentuhan tanganmu di jari-jariku. Hangatnya telah hilang tergerus musim. Namun, aku masih ingat betul sentuhan itu. Sentuhan yang terasa sangat berat dan menyayat hati. Sentuhan kaku tanganmu yang terakhir.

Hampir satu tahun aku tak melihat kedua mata yang sangat-sangat-sangat kusuka. Tiap ku memejamkan mata dan mengingatnya, perasaanku langsung sesak dengan rindu dan sendu. Ah, akankah kutemukan mata yang lebih indah dari milikmu? Mungkin iya, suatu saat nanti.

Hampir satu tahun pernyataan itu berlalu terbawa angin. Masih saja terasa tajam jika dikenang kembali. Pernyataan yang sudah sangat terduga. Pernyataan yang sangat memilukan sekaligus memperjelas semua yang terlanjur menjadi kelabu. Pernyataan yang akhirnya diutarakan. Akhirnya.

Hampir satu tahun setelah kudengar kalimat terakhir yang kau ucapkan. Masih saja terekam jelas getar suaramu dengan pepohonan sebagai saksinya. Sumpah, saat itu aku berusaha sekuat tenaga untuk tersenyum padamu! Tapi aku tidak bisa. Maafkan aku.

Aku bertanya-tanya pada diriku sendiri, mau sampai kapan aku mengenangmu seperti ini. Karena, setelah kupikir berkali-kali, berbagai hal yang kau lakukan padaku itu payah. Sangat payah! Sampai-sampai aku hampir bisa tidak sedih saat mengingat-ingatnya kembali.



Tapi tidak bisa.



Mengenang tanpa lara cukup mustahil. Melupakanmu? Apalagi.



Untuk kau tau saja, hampir setiap malam aku berusaha berdamai dengan semua hal tentangmu. Berusaha melihat semua hal positif dari apa yang telah terjadi. Berusaha untuk mengingat baiknya saja. Berusaha untuk mengingat hal-hal yang menyenangkan saja. Semakin aku berusaha, semakin aku tersendat. Ujung-ujungnya pilu. Ujung-ujungnya sedu.

Malam ini pun tak jauh berbeda. Berakhir hambar di atas ranjang dengan pikiran yang penuh dan jiwa yang hampir kosong.



Apa kabar, kau yang tidak lagi menyayangiku seperti hari kemarin? Lagi-lagi aku hanya bisa merindumu dalam kegetiran malam ini.
Thursday, March 3, 2016 0 comments

Berjanjilah

Kau tau, banyak kata-kata yang dapat sangat menyenangkan saat didengar. Menenangkan saraf-saraf yang tegang karna keraguan. Melelehkan pikiran-pikiran yang terlanjur beku karna keputusasaan. Bahkan memberikan rasa nyaman layaknya sebuah pelukan yang hangat.

Tapi berjanjilah pada dirimu sendiri, jangan pernah menaruh banyak harapan pada kata-kata








Terutama pada kata-kata yang diucapkan manusia.
Thursday, February 18, 2016 0 comments

“MILK” dalam Perspektif Hak Asasi Manusia


Milk adalah sebuah film yang terinspirasi dari kisah nyata yang menceritakan tentang seorang aktivis bernama Harvey Milk. Milk merupakan sosok pemuda yang menjadi seorang aktivis pembela kelompok homoseksual. Film ini dimulai dengan menampilkan beberapa foto-foto asli zaman dulu, dimana dari cuplikan foto-foto tersebut dapat kita lihat banyak laki-laki yang digrebek oleh aparat penegak hukum.

Scene selanjutnya adalah pada saat Milk berulang tahun dan bertemu dengan kekasihnya, Scott. Milk dan Scott kemudian memutuskan untuk berbisnis bersama dan menyewa sebuah ruko dan membuka sebuah toko kamera di daerah Castro yang mereka namai Castro Camera. Tetangga mereka mengetahui bahwa Milk dan Scott adalah pasangan homoseksual, lalu ia seakan-akan mengancam Milk dan Scott untuk meninggalkan ruko sewaan karena mereka gay, dan ia mengatakan bahwa polisi tidak akan suka itu. Namun Milk dan Scott tetap dengan pendiriannya.

Selanjutnya Milk dan Scott berunding dan memutuskan untuk sekaligus menjadi social entrepreneur untuk kelompok homoseksual, sehingga toko mereka juga menjadi pusat nongkrong kelompok-kelompok gay.

Suatu hari, polisi melakukan penyerangan dan penyapuan jalan, khususnya terhadap kelompok-kelompok homoseksual. Bahkan ada seorang teman Milk yang juga homoseksual ditemukan tewas secara misterius di jalan, namun kasus pembunuhan tersebut tidak diadili secara semestinya. Hal ini pun membuat Milk berpikir bahwa harus ada seseorang yang menempati kursi pemerintahan untuk membela kelompok homoseksual, seperti adanya orang kulit hitam yang menduduki kursi pemerintahan untuk membela hak-hak kaum kulit berwarna. Milk ingin kaum homoseksual juga mendapatkan hak-haknya.  Milk akhirnya memutuskan untuk masuk ke dalam dunia politik. Ia memutuskan untuk mencalonkan diri menjadi calon pengawas kota San Fransisco.

Walaupun Milk mendapatkan banyak dukungan khususnya dari kaum gay, tapi tetap saja selama kurang lebih dua kali ikut pemilihan ia tetap kalah suara. Karena Milk sibuk dengan segala urusan politik tersebut, ia akhinya bertengkar dengan Scott dan akhirnya mereka berpisah. Namun pada akhirnya ia bertemu dengan seorang lelaki bernama Jack dan menjalin hubungan dengannya. Namun, sama seperti Scott, Jack juga merasa Milk terlalu sibuk dengan urusan politiknya sehingga ia menganggap Milk tidak memperdulikannya, dan akhirnya Jack memutuskan untuk gantung diri di rumahnya.

Pada kali ketiga ia ikut mencalonkan diri, akhirnya Milk berhasil menjadi dewan pengawas kota untuk Distrik 5. Kemenangannya ini menjadikan ia aktivis gay pertama yang menduduki kursi pemerintahan. Hal pertama yang Milk lakukan adalah mengajak massa sebanyak-banyaknya untuk mendukung penegakan hak-hak kaum homoseksual dan menentang Anita Bryant. Anita adalah orang yang menganggap kaum homoseksual adalah kelompok dari orang-orang yang salah, sakit, dan tidak memiliki tempat di dunia.

Pada saat itu terdapat isu yang mengatakan bahwa akan dibuat suatu undang-undang yang menyatakan bahwa pengajar yang homoseksual haruslah dipecat karena dianggap pengajar yang homoseksual akan merekrut anak-anak untuk mengikuti gaya hidup mereka yang menurutnya menyimpang. Tentu saja Milk menentang hal tersebut. Milk berupaya untuk menentang rancangan undang-undang tersebut. Dan Milk membuat rancangan undang-undang yang bertujuan untuk menegakkan hak kaum homoseksual.

Pada akhirnya, hak kaum homoseksual akhirnya diluluskan walaupun pada awalnya sempat kalah suara di beberapa daerah. Sembilan dari sepuluh anggota dewan menyetujui undang-undang tersebut, kecuali satu, yaitu Dan White, “rekan” Milk di dewan pengawas kota. White yang iri dengan Milk karena banyak yang mendukungnya dan merasa terasing dari dewan pengawas akhirnya memutuskan untuk mengundurkan diri dari kursi pemerintahan. Namun tak lama kemudian ia memutuskan untuk kembali ke pemerintahan, tapi ditolak oleh walikota San Fransisco. White pun menjadi gusar, dan pada suatu hari ia kembali ke kantor pemerintahan dan mengatakan bahwa ia ingin bertemu dengan walikota. Pada saat White berada berdua dengan walikota dalam ruangan, White langsung menodongkan pistol ke arah walikota dan menembaknya. Setelah membunuh walikota, ia menuju ke ruangan Milk dan langsung menembak Milk hingga tewas.

Adegan terakhir dari film tersebut adalah pada saat ribuan orang menyalakan lilin dan berjalan di sepanjang jalan untuk mengenang Milk, seorang yang dianggap memiliki pengaruh yang sangat besar bagi kehidupan mereka. Film ini ditutup dengan menampilkan foto-foto asli dari Milk, Scott, dan kawan-kawan dan keterangan singkat tentang mereka.

Jika dilihat dari sudut pandang hak asasi manusia, salah satu isu terkait dengan HAM yang bisa diangkat dari film Milk ini adalah masalah freedom from fear atau bebas dari rasa takut. Bebas dari rasa takut adalah salah satu dari empat kebebasan yang tercantum dalam Deklarasi Universal HAM selain bebas untuk berpendapat, bebas untuk memilih keyakinan, dan bebas untuk berkeinginan.[1] Namun dari film ini dapat kita lihat bahwa sesungguhnya hak tersebut tidak secara nyata dimiliki oleh setiap manusia.

Beberapa adegan di film tersebut menunjukkan bahwa kelompok gay atau kelompok homoseksual belum mendapatkan salah satu hak asasi manusia mereka yaitu bebas dari rasa takut. Misalnya pada adegan yang menampilkan saat setiap anggota masing-masing membawa sebuah peluit yang akan ditiup jika salah satu dari mereka membutuhkan bantuan. Adegan ini menunjukkan bahwa mereka dapat dikatakan belum bebas dari rasa takut karena mereka merasa mendapatkan ancaman-ancaman  –terlebih apabila mereka berjalan sendirian di malam hari– sehingga memerlukan peluit untuk meminta bantuan satu sama lain.

Selain itu, adegan yang menunjukkan bahwa anggota-anggota dari kelompok homoseksual belum terpenuhi hak bebas dari rasa takut adalah pada saat pemeran utama, Harvey Milk, merasa takut dan was-was pada saat berjalan di malam hari. Ia merasa ada seseorang yang mengikutinya dari belakang pada saat itu. Ia juga takut bernasib sama seperti temannya yang juga homoseksual, yang tewas secara misterius pada saat berjalan sendiri di malam hari.

Adegan lain adalah pada saat Milk berkumpul dengan teman-temannya dan beberapa temannya mengaku bahwa mereka belum memberitahu keluarga mereka bahwa mereka memiliki orientasi seksual yang “berbeda” dari masyarakat pada umumnya. Salah satu temannya mengaku takut memberitahu keluarganya karena ia takut dikucilkan dan ditolak oleh keluarganya. Selain itu, pada bagian awal dari film tersebut, pada saat Milk dan Scott masih berada di New York, mereka harus menjalin hubungan secara sembunyi-sembunyi karena takut apabila ketahuan maka mereka akan kehilangan pekerjaan. Dari adegan-adegan pada film tersebut dapat kita lihat bahwa apa yang seharusnya dimiliki oleh setiap individu kenyataannya tidak demikian. Masih ada kelompok-kelompok tertentu yang tidak terpenuhi hak-haknya.

Hal lain yang dapat kita lihat pada film ini adalah terjadi diskriminasi terhadap kaum homoseksual di bidang pekerjaan. Dapat kita lihat dari film tersebut, terdapat adegan dimana akan dibuat peraturan yang melarang seorang pengajar/guru yang homoseksual untuk bekerja. Dalam film itu dikatakan seorang homoseksual harusnya tidak menjadi pengajar, karena pengajar yang homoseksual dinilai akan membuat murid-muridnya menjadi seperti dirinya.

Diskriminasi di bidang pekerjaan memang rentan menimpa kelompok homoseksual. Tak terhitung banyaknya kelompok homoseksual yang telah mengalami diskriminasi pada pekerjaan karena orientasi seksual mereka atau bahkan karena penampilan mereka. Beberapa juga mengalami pelecehan secara verbal dari rekan kerja dan supervisor. Lainnya dipecat meskipun mereka memiliki kinerja yang bermutu. Hukum diperlukan untuk mencegah tragedi-tragedi tersebut terjadi di masyarakat.[2]

Seperti yang dapat kita lihat pada pasal 23 Deklarasi Universal HAM menyatakan bahwa setiap orang berhak atas pekerjaan, berhak dengan bebas memilih pekerjaan, berhak atas syarat-syarat perburuhan yang adil dan menguntungkan serta berhak atas perlindungan dari pengangguran. Oleh karena itu, pemutusan hubungan kerja kepada seseorang hanya berdasarkan orientasi seksualnya dapat dikatakan sebagai salah satu bentuk pelanggaran HAM karena pada dasarnya setiap orang berhak atas pekerjaan tanpa membeda-bedakan, apalagi membedakannya hanya berdasarkan orientasi seksualnya.

Kelompok homoseksual tentu saja tidak boleh didiskriminasi dalam bentuk apapun. Dalam film ini dapat kita lihat bahwa Milk berusaha dengan keras untuk meningkatkan kesejahteraan kelompok homoseksual. Pada dasarnya kelompok homoseksual hanya ingin aturan dan perilaku yang setara antara kelompok yang heteroseksual maupun homoseksual, tidak lebih, tidak kurang, tidak ada yang istimewa, sama saja.[3]

Pada dasarnya, hal yang diinginkan oleh kelompok homoseksual pada dasarnya sederhana. Kelompok homoseksual tidak ingin melanjutkan kehidupan yang selalu disalahgunakan, dihancukan, dan didiskriminasi di negara mereka sendiri. Mereka tidak ingin bekerja dibawah stereotip mereka yang negatif. Mereka tidak mau harus berjuang keras untuk menjalani kehidupan mereka. Hidup itu berat, hal ini cukup tanpa beban yang memaksa mereka untuk membela diri dari ketakutan dan prasangka di setiap kesempatan.[4] Mereka tidak menginginkan perlakuan-perlakuan yang khusus, mereka hanya meminta keseteraan. Mereka bertekad untuk mengamankan kebebasan sipil mereka sehingga mereka dapat hidup dengan baik, aman, dan layak seperti orang lain.[5]

Setiap individu memiliki hak yang sama, pun bila seseorang memiliki orientasi seksual yang “berbeda” dari masyarakat pada umumnya. Setiap individu harus ditegakkan hak-haknya tanpa melihat perbedaan-perbedaan yang ada, baik itu dari segi warna kulit, suku, agama, bahkan orientasi seksual. Karena pada dasarnya siapapun itu semua individu adalah sama, sama-sama manusia, dan setiap manusia memiliki hak-hak asasi yang bersifat universal yang harus ditegakkan.



[1] Spigelman, James. 2010. THE FORGOTTEN FREEDOM: FREEDOM FROM FEAR. Cambridge University Press
[2] Hudson, David L. 2005. Gay Rights. USA: Infobase Publishing
[3] Roleff, Tamara L. 1997. Gay Rights. USA: Greenhaven Press [4] Ibid
[5] Ibid

Wednesday, February 17, 2016 0 comments

More Than Friends But Not Really

I think that I can called you mine
But not really..
I think that you can called me yours
But not really..
We spent many times together
Go to some places, play some games, do some tricks
Yes, we are more than friends but not really

You always walk with me
Through my good times and bad
Sometimes we have a long night conversation and video calls
and share random photos or funny things
We always share our stories too
Our childhood, our love journey, our family
Still, we are more than friends but not really

We are have each other, like a lovers
We go out on a date, like a lovers
Watch some movies, do some grocery shopping together
Laughing, arguing, sharing, and caring
We are in a perfect relationship
Aren't we? I dont think so
Because we are more than friends but not really

So, what are we?
Are we a lovers? 
I dont think so
Shall I say that we are just friends?
I dont think so
So, what are we?
Maybe we are more than friends but not really

Sunday, February 7, 2016 0 comments

Suatu malam, 22:22 WIB

Aku teringat sore itu di sebuah stadion bola di kota dimana kita dibesarkan
Duduk menunggu hujan reda, beriringan dengan orang lain yang bernasib sama
Mengomentari wangi rumput yang bercampur tanah basah
Mengkritik pemuda dengan sebatang rokok yang sama-sama tidak kita suka aromanya
Kemudian berunding tentang mana yang lebih baik, aroma vanili atau berry

Kita tak lebih dari dua orang belia yang terjebak dalam ruang
Ruang yang sesak, sampai-sampai hanya kamu yang bisa kulihat
Tapi aku menikmati setiap hal kecil yang ada
Menyelam dalam pupil yang dikitari iris cokelat yang sangat ku suka
Memperhatikan tiap gerak tubuhmu yang seringkali berjarak

Mungkin kau tidak pernah ingat, namun aku tidak pernah lupa
Semua yang terjadi memang tentang kita: aku dan kau
Aku yang bertahan dengan caraku dan kau yang memilih pergi dengan caramu
Tentang kita yang mungkin memang terlalu muda untuk berceloteh tentang selamanya
Tentang kita yang pada akhirnya sama-sama tak berdaya

Tentu saja setelah semua hal yang terjadi aku akan mengengangmu dengan caraku
Mengangguk bijak setiap orang berceloteh tentang bagaimana aku seharusnya tanpa dirimu
Tersenyum sehangat mungkin saat sesekali aku dan mereka berkelakar tentangmu
Hidup dengan normal, bernafas dengan normal, melakukan banyak kegiatan dengan normal
Meskipun terus terang, perasaanku masih saja memburu setiap kali namamu terdengar


Untukmu yang dulu tidak pernah ku ragu
Demi tuhan, aku rindu.



Teras kamar, 7 Februari 2016 22:22 

Friday, January 22, 2016 1 comments

EKSISTENSI KEJAHATAN NARKOTIKA SEBAGAI KEJAHATAN TERORGANISASI DI INDONESIA DILIHAT DARI SUDUT PANDANG EKONOMI

I.                   PENDAHULUAN
Masalah kejahatan menurut Durkheim adalah gejala yang normal pada masyarakat.[1] Oleh sebab itu kejahatan bukan lagi merupakan pembahasan yang baru, khususnya dalam kajian sosiologis dan kriminologis yang melihat kejahatan merupakan bagian dari fenomena sosial. Kejahatan tentu saja tidak hanya sebatas pada kejahatan jalanan seperti pencurian, pembunuhan, dan lain sebagainya. Kejahatan juga tidak hanya dapat dilakukan oleh individu, melainkan juga dapat dilakukan secara terorganisasi.
Kejahatan yang dilakukan secara terorganisasi atau yang selanjutnya akan disebut kejahatan terorganisasi memiliki banyak definisi, diantaranya adalah definisi yang dikemukakan oleh Joseph Albini yang menyatakan kejahatan terorganisasi adalah  setiap kejahatan yang melibatkan dua atau lebih individu, khusus atau tidak khusus, yang menggunakan beberapa bentuk struktur sosial, dengan beberapa macam kepemimpinan, menggunakan mode operasi tertentu, di mana tujuan utama organisasinya dapat dilihat pada usaha dari kelompok partikular tersebut. Definisi lain yang penulis rasa cukup baik dalam menggambarkan kejahatan terorganisasi diantaranya adalah seperti yang dikemukakan oleh Albanese yang menyatakan bahwa kejahatan terorganisasi adalah perusahaan kriminal yang berlanjut yang secara rasional bekerja untuk mendapatkan profit dari kegiatan terlarang yang sering diminati. Hal ini dilanjutkan dan dipertahankan melalui penggunaan kekuatan, ancaman, kontrol monopoli, dan/atau korupsi pejabat publik. Kejahatan terorganisasi digunakan dalam pengertian generik untuk menyebut kejahatan kelompok dan mencakup banyak sistem perilaku kriminal dan “usaha haram” yang mungkin lebih tepat dilabeli sebagai perilaku kejahatan professional, okupasional, korporat, atau konvensional. Definisi kriminologi yang lebih spesifik mengacu pada kelompok yang (a) menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan, (b) memberikan barang haram yang diminta publik, dan (c) memastikan imunitas operator mereka melalui korupsi dan enforcement.[2] Tidak hanya itu, pada umumnya selain menggunakan usaha yang haram dalam hal mendapatkan keuntungan, mereka juga memiliki “usaha-usaha yang tidak haram” yang berfungsi untuk “mencuci” uang haram mereka.
Bisnis kejahatan terorganisasi pada umumnya menyediakan barang dan jasa yang illegal.[3] Menurut The Task Force On Organized Crime, inti dari aktivitas organisasi kejahatan adalah memasok barang dan jasa illegal - perjudian, loansharking, narkotika, dan bentuk lain- kepada masyarakat yang menjadi pelanggan.[4] Dilihat dari bentuk-bentuk kejahatannya, kejahatan terorganisasi dapat muncul dalam berbagai bentuk, diantaranya adalah kejahatan yang berkaitan dengan narkotika, perdagangan gelap tanaman dan satwa liar yang dilindungi, perdagangan manusia, pasar gelap, dan perdagangan senjata illegal.
Di Indonesia sendiri, kejahatan narkotika merupakan salah satu permasalahan yang sangat memprihatinkan dan memiliki angka kejadian yang cukup tinggi. Pada tahun 2011 angka penyalahgunaan narkoba mencapai 2,2 persen atau 4,2 juta orang yang terdiri dari pengguna coba pakai, teratur pakai, dan pecandu.[5] Dari data yang dirilis BNN, diketahui bahwa jumlah pelaku kejahatan narkoba yang ditangkap pada tahun 2010 berjumlah 26.678 orang, tahun 2011 berjumlah 29.796 orang, pada tahun 2012 berjumlah 28.727 orang, dan  tahun 2013 berjumlah 28.784 orang (Jurnal P4GN BNN Tahun 2014). Artinya, jumlah pelaku yang ditangkap tidak mencerminkan terjadinya penurunan. Dengan fakta bahwa sebagian besar pelaku kejahatan narkotika tetap melakukan kejahatan narkotika dari dalam penjara, maka pelaku kejahatan narkotika terus mengalami peningkatan.
Dilihat dari definisi, penjelasan, serta contoh dari kejahatan terorganisasi yang telah dipaparkan sebelumnya, dapat kita lihat bahwa  pada umumnya salah satu tujuan utama dari adanya kejahatan terorganisir tersebut adalah untuk mendapatkan keuntungan. Melalui bisnis-bisnis illegal dan kegiatan penunjang lainnya, dapat kita katakan bahwa uang dan keuntungan merupakan tujuan utama dari munculnya kejahatan organisasi tersebut. Teori-teori ekonomi terkait dengan kejahatan juga didasarkan pada hipotesis bahwa penjahat termotivasi oleh kepentingan diri yang rasional dan bahwa mereka memperkirakan usaha dan keuntungan dari perilaku kriminal.[6] Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa dalam menyelisik kejahatan terorganisasi, kita juga perlu menyelediki lebih lanjut faktor ekonomi yang melatarbelakangi eksistensi dari kejahatan terorganisir tersebut. Dalam tulisan kali ini, penulis mencoba untuk melihat dari sudut pandang ekonomi bagaimana eksistensi kejahatan narkotika sebagai kejahatan terorganisasi yang terjadi di Indonesia.
Sebelum masuk ke dalam pembahasan, penulis memiliki hipotesis bahwasanya faktor ekonomi, terutama yang terkait dengan pengambilan keuntungan sebesar-besarnya, merupakan salah satu faktor utama yang melanggengkan eksistensi kejahatan narkotika sebagai kejahatan terorganisasi di Indonesia. Hal ini dikarenakan Indonesia yang memiliki populasi yang besar, penegakan hukum dan penjagaan yang lemah, angka pengguna narkoba yang tinggi, serta kondisi masyarakat yang tidak sejahtera menyebabkan Indonesia dilirik sebagai pasar yang sangat potensial dan menggiurkan bagi sindikat narkoba internasional.




II.                PEMBAHASAN
Terdapat dua model ekonomi yang dapat menjelaskan muncul dan berkembangnya kejahatan terorganisasi. Yang pertama adalah market model, model ini menjelaskan tentang permintaan pasar dan sifat pasar pidana; yang kedua adalah tentang cara criminal enterprise berperilaku di criminal market.[7] Kedua model tersebut menekankan pada motif profit dan pertimbangan ekonomi yang bertentangan dengan kondisi politik.
Model pertama berfokus pada dinamika penawaran dan permintaan di pasar illegal lokal ataupun global. Sebuah pasar illegal didefinisikan sebagai "tempat atau situasi di mana ada pertukaran yang konstan antara barang dan jaga, yang produksi, pemasaran, dan konsumsi dilarang secara hukum atau sangat dibatasi oleh mayoritas negara. Selain itu, kegiatan pasar illegal secara sosial ataupun institusional mengutuk sebagai ancaman terhadap martabat manusia dan kepentingan publik. Tipikal pasar dalam hal ini diantaranya termasuk obat-obatan keras, penjualan senjata illegal, perdagangan budak, modal yang berasal dair aktivitas kriminal, dan kesepakatan yang melibatkan informasi rahasia dan intelijen.
Model ekonomi kedua dimulai dari gagasan bahwa kelompok kejahatan terorganisir pada dasarnya merupakan perusahaan dengan penekanan pada dimensi bisnis daripada kejahatan. Ada sebuah kontinum perusahaan bisnis dari perusahaan sah yang terlibat hanya dalam bisnis halal, melalui perusahaan legal yang kadang-kadang bertindak dengan cara-cara yang illegal, menjadi perusahaan perusahaan terlarang yang beroperasi di pasar illegal dan memberikan barang dan jasa yang dilarang atau sangat diatur. Criminal enterprise akan bertindak dengan cara yang mirip dengan perusahaan yang legal dan akan mencari produk, untuk melindungi dan memaksimalkan keuntungan.
Indonesia bukanlah negara yang terbebas dari ancaman kejahatan terorganisasi. Hal ini dikarenakan dari segi ekonomi, Indonesia merupakan negara yang dapat menjadi pasar potensial untuk memperdagangkan barang-barang illegal. Selain itu, kesenjangan ekonomi yang ada di masyarakat Indonesia masih kerap terjadi. Kesenjangan ekonomi adalah terjadinya ketimpangan dalam distribusi antara kelompok masyarakat berpenghasilan tinggi dan kelompok masyarakat berpenghasilan rendah.[8] Sehingga dapat dikatakan bahwa kondisi ekonomi di Indonesia didominasi oleh masalah-masalah kemiskinan dan kesenjangan ekonomi. Dengan situasi ekonomi yang sulit, banyaknya pengangguran, dan tidak tercukupinya kebutuhan karena minimnya penghasilan menyebabkan tidak sedikit masyarakat yang memutuskan untuk terlibat dalam kegiatan illegal demi mendapatkan keuntungan yang besar, cepat, dan mudah meskipun beresiko, salah satunya adalah dengan terlibat dalam peredaran narkotika.
Salah satu contoh kasus narkotika yang berhasil ditangani oleh BNN diantaranya adalah kasus yang melibatkan Edy dan kakaknya yang terjadi pada tahun 2014 silam.[9] Edy dan kakaknya ditangkap petugas karena terlibat kasus peredaran narkoba dan pencucian uang. Keduanya menjalankan bisnis properti dari hasil keuntungan narkoba. Edy memiliki beberapa rumah yang beratasnamakan adiknya, Murdani. Setelah diselidiki, ternyata semua tempat tinggal tersebut ternyata merupakan hasil pencucian uang dari keuntungan yang didapat dari penjualan narkotika.  Tidak hanya itu, setelah menyita enam rekening tabungan milik Edy ditemukan bahwa keenam tabungan tersebut beratasnamanakan orang yang berbeda-beda. Dari keenam tabungan tersebut, total uang yang masuk ke dalam rekeningnya sebesar 179,3 Miliar. Menurut Kepala BNN Komisaris Jenderal Polisi Anang Iskandar, berdasarkan pengakuan Edy ia telah menjalani bisnis narkoba sejak tahun 2007. Narkoba jenis sabu itu ia dapatkan dari bandar besar asal Malaysia yang bernama Mun dan A. Dari hasil penjualan narkoba tersebut, Edy menyetorkan kepada bandar besar di Malaysia, sementara keuntungannya dibagi dua dengan Murdani dan diputar untuk bisnis properti, dan bisnis properti tersebut diduga bertujuan untuk menghilangkan jejak pidana aslinya, yaitu narkoba.
Dengan total penduduk sekitar 270 juta jiwa, Indonesia adalah pasar besar bagi pengedar narkoba. Perdagangan narkotika juga dapat dikatakan merupakan salah satu bisnis yang mudah masuk di Indonesia dan hanya membutuhkan sumber dan dana. Ada berbagai kelompok yang bekerja untuk memperdagangkan narkoba, terutama geng jalanan di banyak daerah perkotaan. Pedagang ini memiliki kontak langsung dengan para addict-dealer yang merupakan tulang punggung dari perdagangan narkoba.
Secara ekonomi, bisnis gelap narkoba sangat menggiurkan. Berdasarkan hasil wawancara dengan seorang bandar narkoba dari Sulawesi Selatan yang dilansir selasar.com pada tahun 2014, alasan keuntungan yang besar dan cepat adalah alasan utama.[10] Dalam waktu satu minggu, bandar tersebut dapat menjual sabu minimal total 1 kg. Keuntungan bersih per kg adalah 400 juta. Dengan penjualan minimum per 50gr seharga 50-52 juta. Sedangkan harga per 1 kg sabu di Tawau, Malaysia adalah 500juta. Menurut pengakuannya, menyelundupkan sabu dari Tawau ke Sulawesi Selatan cukup mudah karena adanya kapal penumpang secara langsung dari Nunukan tujuan Pare-Pare. Selain itu, karena terdapat oknum aparat, baik di Indonesia ataupun di Malaysia, yang dapat "bekerja sama" dan dapat disuap jika sewaktu-waktu sabu miliknya terkena razia.
Hingga saat ini, bisa dikatakan bahwa Indonesia sekarang telah menjadi salah satu jalur utama dalam perdagangan obat-obat terlarang. Banyak obat-obat terlarang diperdagangkan dan diselundupkan oleh sindikat internasional yang terorganisasi, terutama karena ada permintaan yang cukup tinggi dan Indonesia punya populasi muda yang besar dan menjadi pasar narkoba yang besar juga.[11] Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Kepala Bagian Humas BNN Komisaris Besar Sumirat Dwiyanto yang menyatakan bahwa Indonesia dilirik oleh sindikat internasional karena Indonesia dianggap sebagai great market and good price.[12] Ia menjelaskan, hal tersebut terungkap saat BNN melakukan pemeriksaan terhadap seorang tersangka sindikat narkoba yang ditangkap di Thailand. Tersangka itu menyampaikan, Indonesia adalah pasar yang besar dan memiliki harga yang tinggi untuk perdagangan narkotika.[13] Hal ini sejalan dengan pemberitaan yang dilansir selasar.com yang menyatakan bahwa harga sabu di Indonesia memang fantastis yaitu dua kali lipat dari harga di Malaysia dan Tiongkok. Dengan kondisi geografis Indonesia yang sangat terbuka, maka Indonesia kini secara perlahan tapi pasti juga mengalami pergeseran yang semula tempat transit, kini menjadi negara tujuan, bahkan bisa bertambah peran yaitu menjadi "gudang" atas narkoba dengan tujuan Australia. Hal tersebut karena harga sabu di Australia dua kali lipat lebih mahal dari Indonesia. Di antara pemain utama di Australia saat ini berasal dari Vietnam, dan dengan alasan disparitas harga yang besar dan letak posisi geografis Indonesia sebagai negara besar terdekat dengan Australia, maka jaringan narkotika Indonesia mempunyai peluang lebih dalam penyelundupan narkotika ke Australia.[14]
Berdasarkan kasus dan pemaparan di atas dapat kita lihat bahwa kondisi perekonomian Indonesia yang tidak stabil, besarnya populasi di Indonesia, pendapatan yang minim, serta kondisi yang memicu keutamaan mencapai kesejahteraan ekonomi merupakan salah satu faktor utama banyak orang yang terlibat dalam kasus peredaran narkotika. Keuntungan mengedarkan narkotika sangat menggiurkan menyebabkan banyak orang yang mengabaikan resiko-resiko yang mungkin ia hadapi. Jika dilihat dari model ekonomi dalam melihat kejahatan terorganisasi, maka dapat dikatakan bahwa kasus peredaran narkotika yang dilakukan oleh sindikat narkoba internasional merupakan salah satu contoh dari market model, dimana di Indonesia terdapat permintaan pasar yang tinggi akan narkoba.
Uang adalah alasan keberadaan sindikat kejahatan besar dan uang juga merupakan sumber kekuatan mereka.[15] Banyak negara yang telah memperketat hukumnya untuk menjebak pihak-pihak yang melakukan pencucian uang. Namun, beberapa hukum tersebut tetap tidak bekerja. Para pelaku pencucian uang juga sulit dituntut di sebagian besar negara tanpa bukti bahwa ia mengatahui bahwa ia telah melakukan pencucian terhadap uang hasil transaksi jual beli narkotika, serta bukti bahwa uang tersebut berasal dari transaksi jual beli narkoba. Hal ini hampir mustahil untuk menghasilkan bukti yang akan dibawa ke pengadilan. Meskipun pengedar narkoba dan obat-obatan yang mereka jual dapat disita dan ditahan, para pelaku pencucian uang hampir, tanpa pengecualian, sulit untuk ditahan.[16] Selain itu pada umumnya bank juga hanya bertanggung jawab untuk mengetahui siapa customer mereka, bukan siapa yang berada di balik mereka.
Masih dari segi ekonomi, selain menjadi salah satu penyebab utama dari eksistensi kejahatan narkotika sebagai kejahatan terorganisasi, kejahatan narkotika juga memiliki kontribusi yang besar terhadap ketidakstabilan ekonomi dan kerugian negara, sebab negara juga harus memberikan anggaran yang cukup besar khususnya untuk sector kesehatan dan keamanan. 

III.      PENUTUP
     Berdasarkan pembahasan yang telah dipaparkan pada bagian sebelumnya dapat kita lihat bahwa di Indonesia, peredasaran narkoba merupakan salah satu bentuk kejahatan terorganisasi yang sangat memprihatinkan. Hal ini dapat kita lihat dari tingginya angka penggunaan dan pengedaran narkotika yang ada di Indonesia. Kondisi ekonomi Indonesia yang cenderung tidak stabil memberikan kontribusi yang besar terhadap tingginya angka kejahatan narkotika.
Selain itu, jika dilihat dari pendekatan ekonomi dalam melihat kejahatan terorganisasi, eksistensi kejahatan terorganisasi dalam sektor narkotika dapat dikategorikan dalam market model dimana terdapat permintaan yang tinggi terhadap narkotba, sehingga Indonesia dilirik sebagai pasar yang sangat potensial untuk perdagangan narkotika, baik oleh sindikat narkotika yang ada di dalam negeri maupun sindikat narkoba internasional.
Pemaparan yang penulis sampaikan pada bagian sebelumnya membuktikan hipotesis yang telah penulis ajukan di bagian awal, bahwasanya faktor ekonomi merupakan salah satu faktor utama yang melanggengkan eksistensi kejahatan narkotika sebagai kejahatan terorganisasi di Indonesia. Hal ini dikarenakan Indonesia yang memiliki populasi yang besar, penegakan hukum dan penjagaan yang lemah khususnya di daerah-daerah perbatasan, kondisi masyarakat yang tidak sejahtera, pendapatan yang dinilai tidak cukup, serta angka pengguna narkoba yang tinggi yang berujung pada tingginya permintaan terhadap narkotika
Penulis juga memproyeksikan bahwa apabila kondisi ekonomi Indonesia masih kerap tidak stabil ditambah dengan lemahnya penegakan hukum terkait dengan kejahatan narkotika serta pencucian uang dari hasil perdagangan narkotika, maka sindikat narkotika dalam maupun luar negeri akan tetap eksis atau bahkan akan semakin berkembang. Upaya-upaya yang sekiranya dapat dilakukan oleh pemerintah untuk meminimalisir atau menghapuskan sindikat perdagangan narkoba di Indonesia diantaranya adalah dengan menekan jumlah pengguna narkoba sehingga permintaan akan narkoba akan menurun yang dapat dilakukan dengan berbagai upaya seperti sosialisasi terhadap masyarakat, selain itu pemerintah juga seharusnya melakukan penegakan hukum khususnya di daerah-daerah yang rawan seperti daerah perbatasan, hal ini bertujuan untuk membatasi dan meminimalisir ruang gerak dari sindikat narkoba tersebut. Selain itu hal penting lain yang dapat dilakukan oleh pemerinta adalah dengan menjerat para pelaku kejahatan narkoba dengan UU Tindak Pencucian Uang.



[1] Muhammad Mustofa. 2010. Kriminologi – Kajian Sosiologis Terhadap Kriminalitas, Perilaku Menyimpang dan Pelanggaran Hukum. Bekasi: Sari Ilmu Pratama Hlm. 95
[2] Frank E. Hagan. 2013. Pengantar Kriminologi: Teori, Metode, dan Perilaku Kriminal.  Jakarta: Kencana Hlm.558
[3] Howard Abadinsky. 1990. Organized Crime 3rd Ed. Chicago: Nelson-Hall Inc. Hlm. 267
[4] Ibid.
[6]Cathy Buchanan; Peter R. Hartly. 1992.  The Economic Theory of Crime and Its Implication for Crime Control. Australia: The Centre for Independent Student Hlm. 3
[7] Phil Williams; Roy Godson. 2002. Crime, Law & Social ChangeAnticipating Organized and Transnational Crime. Netherland: Kluwer Academic Publishers Hlm.322
[10] https://www.selasar.com/politik/indonesia-darurat-narkoba  diakses pada Sabtu 6 Juni 2015 pk. 00.04
[13] Ibid.
[14] https://www.selasar.com/politik/indonesia-darurat-narkoba  diakses pada Sabtu 6 Juni 2015 pk. 00.04
[15] Claire Sterling. 1994. Crime Without Frontiers.London: Little, Brown and Company Hlm. 197
[16] Ibid. Hlm.207
 
;