........
"Iya, tapi pas SMA biasa saja. Yaiyalah, kan dari awal SMA udah ada anjingnya hahaha!"
"Hmm, gitu. Jadi dia anjing?"
"Ya boleh lah sekali-sekali menggunakan istilah itu. Toh emang iya kan? Hahaha."
"Hahaha! Jangan gitu ah! Hitung-hitung kamu pernah suka sama anjing."
"Iya, aku suka anjing kok. Anjing kan lucu dan menggemaskan. Bisa jadi pelindung juga. Tapi ya namanya anjing ya tetep anjing."
"..."
"Kenapa?"
"Aku takut suatu hari aku dibilang anjing juga."
"Mungkin aja. Kalau kamu mainin aku sih."
"Mudah-mudahan engga kok"
"Kita lihat saja."
Hampir satu tahun tak kurasa lagi sentuhan tanganmu di jari-jariku. Hangatnya telah hilang tergerus musim. Namun, aku masih ingat betul sentuhan itu. Sentuhan yang terasa sangat berat dan menyayat hati. Sentuhan kaku tanganmu yang terakhir.
Hampir satu tahun aku tak melihat kedua mata yang sangat-sangat-sangat kusuka. Tiap ku memejamkan mata dan mengingatnya, perasaanku langsung sesak dengan rindu dan sendu. Ah, akankah kutemukan mata yang lebih indah dari milikmu? Mungkin iya, suatu saat nanti.
Hampir satu tahun pernyataan itu berlalu terbawa angin. Masih saja terasa tajam jika dikenang kembali. Pernyataan yang sudah sangat terduga. Pernyataan yang sangat memilukan sekaligus memperjelas semua yang terlanjur menjadi kelabu. Pernyataan yang akhirnya diutarakan. Akhirnya.
Hampir satu tahun setelah kudengar kalimat terakhir yang kau ucapkan. Masih saja terekam jelas getar suaramu dengan pepohonan sebagai saksinya. Sumpah, saat itu aku berusaha sekuat tenaga untuk tersenyum padamu! Tapi aku tidak bisa. Maafkan aku.
Aku bertanya-tanya pada diriku sendiri, mau sampai kapan aku mengenangmu seperti ini. Karena, setelah kupikir berkali-kali, berbagai hal yang kau lakukan padaku itu payah. Sangat payah! Sampai-sampai aku hampir bisa tidak sedih saat mengingat-ingatnya kembali.
Tapi tidak bisa.
Mengenang tanpa lara cukup mustahil. Melupakanmu? Apalagi.
Untuk kau tau saja, hampir setiap malam aku berusaha berdamai dengan semua hal tentangmu. Berusaha melihat semua hal positif dari apa yang telah terjadi. Berusaha untuk mengingat baiknya saja. Berusaha untuk mengingat hal-hal yang menyenangkan saja. Semakin aku berusaha, semakin aku tersendat. Ujung-ujungnya pilu. Ujung-ujungnya sedu.
Malam ini pun tak jauh berbeda. Berakhir hambar di atas ranjang dengan pikiran yang penuh dan jiwa yang hampir kosong.
Apa kabar, kau yang tidak lagi menyayangiku seperti hari kemarin? Lagi-lagi aku hanya bisa merindumu dalam kegetiran malam ini.
Hampir satu tahun aku tak melihat kedua mata yang sangat-sangat-sangat kusuka. Tiap ku memejamkan mata dan mengingatnya, perasaanku langsung sesak dengan rindu dan sendu. Ah, akankah kutemukan mata yang lebih indah dari milikmu? Mungkin iya, suatu saat nanti.
Hampir satu tahun pernyataan itu berlalu terbawa angin. Masih saja terasa tajam jika dikenang kembali. Pernyataan yang sudah sangat terduga. Pernyataan yang sangat memilukan sekaligus memperjelas semua yang terlanjur menjadi kelabu. Pernyataan yang akhirnya diutarakan. Akhirnya.
Hampir satu tahun setelah kudengar kalimat terakhir yang kau ucapkan. Masih saja terekam jelas getar suaramu dengan pepohonan sebagai saksinya. Sumpah, saat itu aku berusaha sekuat tenaga untuk tersenyum padamu! Tapi aku tidak bisa. Maafkan aku.
Aku bertanya-tanya pada diriku sendiri, mau sampai kapan aku mengenangmu seperti ini. Karena, setelah kupikir berkali-kali, berbagai hal yang kau lakukan padaku itu payah. Sangat payah! Sampai-sampai aku hampir bisa tidak sedih saat mengingat-ingatnya kembali.
Tapi tidak bisa.
Mengenang tanpa lara cukup mustahil. Melupakanmu? Apalagi.
Untuk kau tau saja, hampir setiap malam aku berusaha berdamai dengan semua hal tentangmu. Berusaha melihat semua hal positif dari apa yang telah terjadi. Berusaha untuk mengingat baiknya saja. Berusaha untuk mengingat hal-hal yang menyenangkan saja. Semakin aku berusaha, semakin aku tersendat. Ujung-ujungnya pilu. Ujung-ujungnya sedu.
Malam ini pun tak jauh berbeda. Berakhir hambar di atas ranjang dengan pikiran yang penuh dan jiwa yang hampir kosong.
Apa kabar, kau yang tidak lagi menyayangiku seperti hari kemarin? Lagi-lagi aku hanya bisa merindumu dalam kegetiran malam ini.
Kau tau, banyak kata-kata yang dapat sangat menyenangkan saat didengar. Menenangkan saraf-saraf yang tegang karna keraguan. Melelehkan pikiran-pikiran yang terlanjur beku karna keputusasaan. Bahkan memberikan rasa nyaman layaknya sebuah pelukan yang hangat.
Tapi berjanjilah pada dirimu sendiri, jangan pernah menaruh banyak harapan pada kata-kata
Terutama pada kata-kata yang diucapkan manusia.
Milk adalah sebuah film yang terinspirasi dari kisah
nyata yang menceritakan tentang seorang aktivis bernama Harvey Milk. Milk merupakan sosok pemuda yang menjadi seorang aktivis pembela kelompok homoseksual. Film ini dimulai
dengan menampilkan beberapa foto-foto asli zaman dulu, dimana dari cuplikan
foto-foto tersebut dapat kita lihat banyak laki-laki yang digrebek oleh aparat
penegak hukum.
Scene selanjutnya adalah pada saat Milk berulang tahun dan
bertemu dengan kekasihnya, Scott. Milk dan Scott kemudian memutuskan untuk berbisnis
bersama dan menyewa sebuah ruko dan membuka sebuah toko kamera di daerah Castro
yang mereka namai Castro Camera. Tetangga mereka mengetahui bahwa Milk dan
Scott adalah pasangan homoseksual, lalu ia seakan-akan mengancam Milk dan Scott
untuk meninggalkan ruko sewaan karena mereka gay, dan ia mengatakan bahwa
polisi tidak akan suka itu. Namun Milk dan Scott tetap dengan pendiriannya.
Selanjutnya Milk dan Scott berunding dan memutuskan
untuk sekaligus menjadi social
entrepreneur untuk kelompok homoseksual, sehingga toko mereka juga menjadi
pusat nongkrong kelompok-kelompok
gay.
Suatu hari, polisi melakukan penyerangan dan penyapuan
jalan, khususnya terhadap kelompok-kelompok homoseksual. Bahkan ada seorang teman Milk
yang juga homoseksual ditemukan tewas secara misterius di jalan, namun kasus
pembunuhan tersebut tidak diadili secara semestinya. Hal ini pun membuat Milk
berpikir bahwa harus ada seseorang yang menempati kursi pemerintahan untuk
membela kelompok homoseksual, seperti adanya orang kulit hitam yang menduduki kursi
pemerintahan untuk membela hak-hak kaum kulit berwarna. Milk ingin kaum
homoseksual juga mendapatkan hak-haknya. Milk akhirnya memutuskan untuk masuk ke dalam
dunia politik. Ia memutuskan untuk mencalonkan diri menjadi calon pengawas kota
San Fransisco.
Walaupun Milk mendapatkan banyak dukungan khususnya
dari kaum gay, tapi tetap saja selama kurang lebih dua kali ikut pemilihan ia
tetap kalah suara. Karena Milk sibuk dengan segala urusan politik tersebut, ia
akhinya bertengkar dengan Scott dan akhirnya mereka berpisah. Namun pada
akhirnya ia bertemu dengan seorang lelaki bernama Jack dan menjalin hubungan
dengannya. Namun, sama seperti Scott, Jack juga merasa Milk terlalu sibuk
dengan urusan politiknya sehingga ia menganggap Milk tidak memperdulikannya,
dan akhirnya Jack memutuskan untuk gantung diri di rumahnya.
Pada kali ketiga ia ikut mencalonkan diri, akhirnya
Milk berhasil menjadi dewan pengawas kota untuk Distrik 5. Kemenangannya ini
menjadikan ia aktivis gay pertama yang menduduki kursi pemerintahan. Hal
pertama yang Milk lakukan adalah mengajak massa sebanyak-banyaknya untuk
mendukung penegakan hak-hak kaum homoseksual dan menentang Anita Bryant. Anita
adalah orang yang menganggap kaum homoseksual adalah kelompok dari orang-orang
yang salah, sakit, dan tidak memiliki tempat di dunia.
Pada saat itu terdapat isu yang mengatakan bahwa akan
dibuat suatu undang-undang yang menyatakan bahwa pengajar yang homoseksual
haruslah dipecat karena dianggap pengajar yang homoseksual akan merekrut
anak-anak untuk mengikuti gaya hidup mereka yang menurutnya menyimpang. Tentu
saja Milk menentang hal tersebut. Milk berupaya untuk menentang rancangan
undang-undang tersebut. Dan Milk membuat rancangan undang-undang yang bertujuan
untuk menegakkan hak kaum homoseksual.
Pada akhirnya, hak kaum homoseksual akhirnya
diluluskan walaupun pada awalnya sempat kalah suara di beberapa daerah.
Sembilan dari sepuluh anggota dewan menyetujui undang-undang tersebut, kecuali
satu, yaitu Dan White, “rekan” Milk di dewan pengawas kota. White yang iri
dengan Milk karena banyak yang mendukungnya dan merasa terasing dari dewan
pengawas akhirnya memutuskan untuk mengundurkan diri dari kursi pemerintahan.
Namun tak lama kemudian ia memutuskan untuk kembali ke pemerintahan, tapi
ditolak oleh walikota San Fransisco. White pun menjadi gusar, dan pada suatu
hari ia kembali ke kantor pemerintahan dan mengatakan bahwa ia ingin bertemu
dengan walikota. Pada saat White berada berdua dengan walikota dalam ruangan,
White langsung menodongkan pistol ke arah walikota dan menembaknya. Setelah
membunuh walikota, ia menuju ke ruangan Milk dan langsung menembak Milk hingga
tewas.
Adegan terakhir dari film tersebut adalah pada saat
ribuan orang menyalakan lilin dan berjalan di sepanjang jalan untuk mengenang
Milk, seorang yang dianggap memiliki pengaruh yang sangat besar bagi kehidupan
mereka. Film ini ditutup dengan menampilkan foto-foto asli dari Milk, Scott,
dan kawan-kawan dan keterangan singkat tentang mereka.
Jika dilihat dari sudut pandang hak asasi manusia, salah satu isu terkait dengan HAM yang bisa diangkat dari film Milk ini adalah masalah freedom from fear atau bebas dari rasa
takut. Bebas dari rasa takut adalah salah satu dari empat kebebasan yang
tercantum dalam Deklarasi Universal HAM selain bebas untuk berpendapat, bebas
untuk memilih keyakinan, dan bebas untuk berkeinginan.[1] Namun
dari film ini dapat kita lihat bahwa sesungguhnya hak tersebut tidak secara
nyata dimiliki oleh setiap manusia.
Beberapa adegan di film tersebut menunjukkan bahwa
kelompok gay atau kelompok homoseksual belum mendapatkan salah satu hak asasi
manusia mereka yaitu bebas dari rasa takut. Misalnya pada adegan yang
menampilkan saat setiap anggota masing-masing membawa sebuah peluit yang akan
ditiup jika salah satu dari mereka membutuhkan bantuan. Adegan ini menunjukkan
bahwa mereka dapat dikatakan belum bebas dari rasa takut karena mereka merasa
mendapatkan ancaman-ancaman –terlebih
apabila mereka berjalan sendirian di malam hari– sehingga memerlukan peluit
untuk meminta bantuan satu sama lain.
Selain itu, adegan yang menunjukkan bahwa
anggota-anggota dari kelompok homoseksual belum terpenuhi hak bebas dari rasa
takut adalah pada saat pemeran utama, Harvey Milk, merasa takut dan was-was
pada saat berjalan di malam hari. Ia merasa ada seseorang yang mengikutinya
dari belakang pada saat itu. Ia juga takut bernasib sama seperti temannya yang
juga homoseksual, yang tewas secara misterius pada saat berjalan sendiri di
malam hari.
Adegan lain adalah pada saat Milk berkumpul dengan
teman-temannya dan beberapa temannya mengaku bahwa mereka belum memberitahu
keluarga mereka bahwa mereka memiliki orientasi seksual yang “berbeda” dari
masyarakat pada umumnya. Salah satu temannya mengaku takut memberitahu
keluarganya karena ia takut dikucilkan dan ditolak oleh keluarganya. Selain
itu, pada bagian awal dari film tersebut, pada saat Milk dan Scott masih berada
di New York, mereka harus menjalin hubungan secara sembunyi-sembunyi karena
takut apabila ketahuan maka mereka akan kehilangan pekerjaan. Dari
adegan-adegan pada film tersebut dapat kita lihat bahwa apa yang seharusnya
dimiliki oleh setiap individu kenyataannya tidak demikian. Masih ada
kelompok-kelompok tertentu yang tidak terpenuhi hak-haknya.
Hal lain yang dapat kita lihat pada film ini adalah
terjadi diskriminasi terhadap kaum homoseksual di bidang pekerjaan. Dapat kita
lihat dari film tersebut, terdapat adegan dimana akan dibuat peraturan yang
melarang seorang pengajar/guru yang homoseksual untuk bekerja. Dalam film itu
dikatakan seorang homoseksual harusnya tidak menjadi pengajar, karena pengajar
yang homoseksual dinilai akan membuat murid-muridnya menjadi seperti dirinya.
Diskriminasi di bidang pekerjaan memang rentan menimpa
kelompok homoseksual. Tak terhitung banyaknya kelompok
homoseksual yang telah mengalami diskriminasi pada pekerjaan karena orientasi
seksual mereka atau bahkan karena penampilan mereka. Beberapa juga mengalami
pelecehan secara verbal dari rekan kerja dan supervisor. Lainnya dipecat
meskipun mereka memiliki kinerja yang bermutu. Hukum diperlukan untuk mencegah
tragedi-tragedi tersebut terjadi di masyarakat.[2]
Seperti yang dapat kita lihat pada pasal 23 Deklarasi
Universal HAM menyatakan bahwa setiap orang berhak atas pekerjaan, berhak
dengan bebas memilih pekerjaan, berhak atas syarat-syarat perburuhan yang adil
dan menguntungkan serta berhak atas perlindungan dari pengangguran. Oleh karena
itu, pemutusan hubungan kerja kepada seseorang hanya berdasarkan orientasi
seksualnya dapat dikatakan sebagai salah satu bentuk pelanggaran HAM karena
pada dasarnya setiap orang berhak atas pekerjaan tanpa membeda-bedakan, apalagi
membedakannya hanya berdasarkan orientasi seksualnya.
Kelompok homoseksual tentu saja tidak boleh
didiskriminasi dalam bentuk apapun. Dalam film ini dapat kita lihat bahwa Milk
berusaha dengan keras untuk meningkatkan kesejahteraan kelompok homoseksual.
Pada dasarnya kelompok homoseksual hanya ingin aturan dan perilaku yang setara
antara kelompok yang heteroseksual maupun homoseksual, tidak
lebih, tidak kurang, tidak ada yang istimewa, sama saja.[3]
Pada dasarnya, hal yang diinginkan oleh kelompok homoseksual pada
dasarnya sederhana. Kelompok homoseksual tidak ingin melanjutkan kehidupan yang
selalu disalahgunakan, dihancukan, dan didiskriminasi di negara mereka sendiri.
Mereka tidak ingin bekerja dibawah stereotip mereka yang negatif. Mereka tidak
mau harus berjuang keras untuk menjalani kehidupan mereka. Hidup itu berat, hal
ini cukup tanpa beban yang memaksa mereka untuk membela diri dari ketakutan dan
prasangka di setiap kesempatan.[4]
Mereka tidak menginginkan perlakuan-perlakuan yang khusus, mereka hanya meminta
keseteraan. Mereka bertekad untuk mengamankan kebebasan sipil mereka sehingga
mereka dapat hidup dengan baik, aman, dan layak seperti orang lain.[5]
Setiap individu memiliki hak yang sama, pun bila
seseorang memiliki orientasi seksual yang “berbeda” dari masyarakat pada
umumnya. Setiap individu harus ditegakkan hak-haknya tanpa melihat
perbedaan-perbedaan yang ada, baik itu dari segi warna kulit, suku, agama,
bahkan orientasi seksual. Karena pada dasarnya siapapun itu semua individu
adalah sama, sama-sama manusia, dan setiap manusia memiliki hak-hak asasi yang
bersifat universal yang harus ditegakkan.
I think that I can called you mine
But not really..
I think that you can called me yours
But not really..
We spent many times together
Go to some places, play some games, do some tricks
Yes, we are more than friends but not really
You always walk with me
Through my good times and bad
Sometimes we have a long night conversation and video calls
and share random photos or funny things
We always share our stories too
Our childhood, our love journey, our family
Still, we are more than friends but not really
We are have each other, like a lovers
We go out on a date, like a lovers
Watch some movies, do some grocery shopping together
Laughing, arguing, sharing, and caring
We are in a perfect relationship
Aren't we? I dont think so
Because we are more than friends but not really
So, what are we?
Are we a lovers?
I dont think so
Shall I say that we are just friends?
I dont think so
So, what are we?
Maybe we are more than friends but not really
Aku teringat sore itu di sebuah stadion bola di kota dimana kita dibesarkan
Duduk menunggu hujan reda, beriringan dengan orang lain yang bernasib sama
Mengomentari wangi rumput yang bercampur tanah basah
Mengkritik pemuda dengan sebatang rokok yang sama-sama tidak kita suka aromanya
Kemudian berunding tentang mana yang lebih baik, aroma vanili atau berry
Kita tak lebih dari dua orang belia yang terjebak dalam ruang
Ruang yang sesak, sampai-sampai hanya kamu yang bisa kulihat
Tapi aku menikmati setiap hal kecil yang ada
Menyelam dalam pupil yang dikitari iris cokelat yang sangat ku suka
Memperhatikan tiap gerak tubuhmu yang seringkali berjarak
Mungkin kau tidak pernah ingat, namun aku tidak pernah lupa
Semua yang terjadi memang tentang kita: aku dan kau
Aku yang bertahan dengan caraku dan kau yang memilih pergi dengan caramu
Tentang kita yang mungkin memang terlalu muda untuk berceloteh tentang selamanya
Tentang kita yang pada akhirnya sama-sama tak berdaya
Tentu saja setelah semua hal yang terjadi aku akan mengengangmu dengan caraku
Mengangguk bijak setiap orang berceloteh tentang bagaimana aku seharusnya tanpa dirimu
Tersenyum sehangat mungkin saat sesekali aku dan mereka berkelakar tentangmu
Hidup dengan normal, bernafas dengan normal, melakukan banyak kegiatan dengan normal
Meskipun terus terang, perasaanku masih saja memburu setiap kali namamu terdengar
Untukmu yang dulu tidak pernah ku ragu
Demi tuhan, aku rindu.
Teras kamar, 7 Februari 2016 22:22
Ruang yang sesak, sampai-sampai hanya kamu yang bisa kulihat
Tapi aku menikmati setiap hal kecil yang ada
Menyelam dalam pupil yang dikitari iris cokelat yang sangat ku suka
Memperhatikan tiap gerak tubuhmu yang seringkali berjarak
Mungkin kau tidak pernah ingat, namun aku tidak pernah lupa
Semua yang terjadi memang tentang kita: aku dan kau
Aku yang bertahan dengan caraku dan kau yang memilih pergi dengan caramu
Tentang kita yang mungkin memang terlalu muda untuk berceloteh tentang selamanya
Tentang kita yang pada akhirnya sama-sama tak berdaya
Tentu saja setelah semua hal yang terjadi aku akan mengengangmu dengan caraku
Mengangguk bijak setiap orang berceloteh tentang bagaimana aku seharusnya tanpa dirimu
Tersenyum sehangat mungkin saat sesekali aku dan mereka berkelakar tentangmu
Hidup dengan normal, bernafas dengan normal, melakukan banyak kegiatan dengan normal
Meskipun terus terang, perasaanku masih saja memburu setiap kali namamu terdengar
Untukmu yang dulu tidak pernah ku ragu
Demi tuhan, aku rindu.
Teras kamar, 7 Februari 2016 22:22
Friday, January 22, 2016
1 comments
EKSISTENSI KEJAHATAN NARKOTIKA SEBAGAI KEJAHATAN TERORGANISASI DI INDONESIA DILIHAT DARI SUDUT PANDANG EKONOMI
I.
PENDAHULUAN
Masalah kejahatan menurut Durkheim
adalah gejala yang normal pada masyarakat.[1]
Oleh sebab itu kejahatan bukan lagi merupakan pembahasan yang baru, khususnya
dalam kajian sosiologis dan kriminologis yang melihat kejahatan merupakan
bagian dari fenomena sosial. Kejahatan tentu saja tidak hanya sebatas pada
kejahatan jalanan seperti pencurian, pembunuhan, dan lain sebagainya. Kejahatan
juga tidak hanya dapat dilakukan oleh individu, melainkan juga dapat dilakukan secara
terorganisasi.
Kejahatan yang dilakukan secara
terorganisasi atau yang selanjutnya akan disebut kejahatan terorganisasi
memiliki banyak definisi, diantaranya adalah definisi yang dikemukakan oleh
Joseph Albini yang menyatakan kejahatan terorganisasi adalah setiap kejahatan yang melibatkan dua atau
lebih individu, khusus atau tidak khusus, yang menggunakan beberapa bentuk
struktur sosial, dengan beberapa macam kepemimpinan, menggunakan mode operasi
tertentu, di mana tujuan utama organisasinya dapat dilihat pada usaha dari
kelompok partikular tersebut. Definisi lain yang penulis rasa cukup baik dalam
menggambarkan kejahatan terorganisasi diantaranya adalah seperti yang
dikemukakan oleh Albanese yang menyatakan bahwa kejahatan terorganisasi adalah
perusahaan kriminal yang berlanjut yang secara rasional bekerja untuk
mendapatkan profit dari kegiatan terlarang yang sering diminati. Hal ini
dilanjutkan dan dipertahankan melalui penggunaan kekuatan, ancaman, kontrol
monopoli, dan/atau korupsi pejabat publik. Kejahatan terorganisasi digunakan
dalam pengertian generik untuk menyebut kejahatan kelompok dan mencakup banyak
sistem perilaku kriminal dan “usaha haram” yang mungkin lebih tepat dilabeli
sebagai perilaku kejahatan professional, okupasional, korporat, atau
konvensional. Definisi kriminologi yang lebih spesifik mengacu pada kelompok
yang (a) menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan, (b) memberikan barang
haram yang diminta publik, dan (c) memastikan imunitas operator mereka melalui
korupsi dan enforcement.[2]
Tidak hanya itu, pada umumnya selain menggunakan usaha yang haram dalam hal
mendapatkan keuntungan, mereka juga memiliki “usaha-usaha yang tidak haram”
yang berfungsi untuk “mencuci” uang haram mereka.
Bisnis kejahatan terorganisasi pada
umumnya menyediakan barang dan jasa yang illegal.[3]
Menurut The Task Force On Organized Crime, inti dari aktivitas organisasi
kejahatan adalah memasok barang dan jasa illegal - perjudian, loansharking, narkotika, dan bentuk
lain- kepada masyarakat yang menjadi pelanggan.[4]
Dilihat dari bentuk-bentuk kejahatannya, kejahatan terorganisasi dapat muncul
dalam berbagai bentuk, diantaranya adalah kejahatan yang berkaitan dengan narkotika,
perdagangan gelap tanaman dan satwa liar yang dilindungi, perdagangan manusia,
pasar gelap, dan perdagangan senjata illegal.
Di Indonesia sendiri, kejahatan
narkotika merupakan salah satu permasalahan yang sangat memprihatinkan dan
memiliki angka kejadian yang cukup tinggi. Pada tahun 2011 angka penyalahgunaan
narkoba mencapai 2,2 persen atau 4,2 juta orang yang terdiri dari pengguna coba
pakai, teratur pakai, dan pecandu.[5]
Dari data yang dirilis BNN, diketahui bahwa jumlah pelaku kejahatan narkoba
yang ditangkap pada tahun 2010 berjumlah 26.678 orang, tahun 2011 berjumlah
29.796 orang, pada tahun 2012 berjumlah 28.727 orang, dan tahun 2013 berjumlah 28.784 orang (Jurnal
P4GN BNN Tahun 2014). Artinya, jumlah pelaku yang ditangkap tidak mencerminkan
terjadinya penurunan. Dengan fakta bahwa sebagian besar pelaku kejahatan
narkotika tetap melakukan kejahatan narkotika dari dalam penjara, maka pelaku
kejahatan narkotika terus mengalami peningkatan.
Dilihat dari definisi, penjelasan, serta
contoh dari kejahatan terorganisasi yang telah dipaparkan sebelumnya, dapat
kita lihat bahwa pada umumnya salah satu
tujuan utama dari adanya kejahatan terorganisir tersebut adalah untuk
mendapatkan keuntungan. Melalui bisnis-bisnis illegal dan kegiatan penunjang
lainnya, dapat kita katakan bahwa uang dan keuntungan merupakan tujuan utama
dari munculnya kejahatan organisasi tersebut. Teori-teori ekonomi terkait
dengan kejahatan juga didasarkan pada hipotesis bahwa penjahat
termotivasi oleh kepentingan diri yang rasional dan bahwa mereka memperkirakan
usaha dan keuntungan dari perilaku kriminal.[6]
Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa dalam menyelisik kejahatan terorganisasi,
kita juga perlu menyelediki lebih lanjut faktor ekonomi yang melatarbelakangi
eksistensi dari kejahatan terorganisir tersebut. Dalam tulisan kali ini,
penulis mencoba untuk melihat dari sudut pandang ekonomi bagaimana eksistensi
kejahatan narkotika sebagai kejahatan terorganisasi yang terjadi di Indonesia.
Sebelum masuk ke dalam pembahasan,
penulis memiliki hipotesis bahwasanya faktor ekonomi, terutama yang terkait
dengan pengambilan keuntungan sebesar-besarnya, merupakan salah satu faktor
utama yang melanggengkan eksistensi kejahatan narkotika sebagai kejahatan
terorganisasi di Indonesia. Hal ini dikarenakan Indonesia yang memiliki
populasi yang besar, penegakan hukum dan penjagaan yang lemah, angka pengguna
narkoba yang tinggi, serta kondisi masyarakat yang tidak sejahtera menyebabkan
Indonesia dilirik sebagai pasar yang sangat potensial dan menggiurkan bagi
sindikat narkoba internasional.
II.
PEMBAHASAN
Terdapat dua model ekonomi yang dapat
menjelaskan muncul dan berkembangnya kejahatan terorganisasi. Yang pertama
adalah market model, model ini
menjelaskan tentang permintaan pasar dan sifat pasar pidana; yang kedua adalah
tentang cara criminal enterprise
berperilaku di criminal market.[7]
Kedua model tersebut menekankan pada motif profit dan pertimbangan ekonomi yang
bertentangan dengan kondisi politik.
Model pertama berfokus pada dinamika
penawaran dan permintaan di pasar illegal lokal ataupun global. Sebuah pasar
illegal didefinisikan sebagai "tempat atau situasi di mana ada pertukaran
yang konstan antara barang dan jaga, yang produksi, pemasaran, dan konsumsi
dilarang secara hukum atau sangat dibatasi oleh mayoritas negara. Selain itu,
kegiatan pasar illegal secara sosial ataupun institusional mengutuk sebagai
ancaman terhadap martabat manusia dan kepentingan publik. Tipikal pasar dalam
hal ini diantaranya termasuk obat-obatan keras, penjualan senjata illegal,
perdagangan budak, modal yang berasal dair aktivitas kriminal, dan kesepakatan
yang melibatkan informasi rahasia dan intelijen.
Model ekonomi kedua dimulai dari gagasan
bahwa kelompok kejahatan terorganisir pada dasarnya merupakan perusahaan dengan
penekanan pada dimensi bisnis daripada kejahatan. Ada sebuah kontinum
perusahaan bisnis dari perusahaan sah yang terlibat hanya dalam bisnis halal,
melalui perusahaan legal yang kadang-kadang bertindak dengan cara-cara yang
illegal, menjadi perusahaan perusahaan terlarang yang beroperasi di pasar
illegal dan memberikan barang dan jasa yang dilarang atau sangat diatur. Criminal enterprise akan bertindak
dengan cara yang mirip dengan perusahaan yang legal dan akan mencari produk,
untuk melindungi dan memaksimalkan keuntungan.
Indonesia bukanlah negara yang terbebas
dari ancaman kejahatan terorganisasi. Hal ini dikarenakan dari segi ekonomi,
Indonesia merupakan negara yang dapat menjadi pasar potensial untuk
memperdagangkan barang-barang illegal. Selain itu, kesenjangan ekonomi yang ada
di masyarakat Indonesia masih kerap terjadi. Kesenjangan ekonomi adalah
terjadinya ketimpangan dalam distribusi antara kelompok masyarakat
berpenghasilan tinggi dan kelompok masyarakat berpenghasilan rendah.[8]
Sehingga dapat dikatakan bahwa kondisi ekonomi di Indonesia didominasi oleh
masalah-masalah kemiskinan dan kesenjangan ekonomi. Dengan situasi ekonomi yang
sulit, banyaknya pengangguran, dan tidak tercukupinya kebutuhan karena minimnya
penghasilan menyebabkan tidak sedikit masyarakat yang memutuskan untuk terlibat
dalam kegiatan illegal demi mendapatkan keuntungan yang besar, cepat, dan mudah
meskipun beresiko, salah satunya adalah dengan terlibat dalam peredaran
narkotika.
Salah satu contoh kasus narkotika yang
berhasil ditangani oleh BNN diantaranya adalah kasus yang melibatkan Edy dan
kakaknya yang terjadi pada tahun 2014 silam.[9]
Edy dan kakaknya ditangkap petugas karena terlibat kasus peredaran narkoba dan
pencucian uang. Keduanya menjalankan bisnis properti dari hasil keuntungan
narkoba. Edy memiliki beberapa rumah yang beratasnamakan adiknya, Murdani.
Setelah diselidiki, ternyata semua tempat tinggal tersebut ternyata merupakan
hasil pencucian uang dari keuntungan yang didapat dari penjualan narkotika. Tidak hanya itu, setelah menyita enam
rekening tabungan milik Edy ditemukan bahwa keenam tabungan tersebut beratasnamanakan
orang yang berbeda-beda. Dari keenam tabungan tersebut, total uang yang masuk
ke dalam rekeningnya sebesar 179,3 Miliar. Menurut Kepala BNN Komisaris
Jenderal Polisi Anang Iskandar, berdasarkan pengakuan Edy ia telah menjalani
bisnis narkoba sejak tahun 2007. Narkoba jenis sabu itu ia dapatkan dari bandar
besar asal Malaysia yang bernama Mun dan A. Dari hasil penjualan narkoba
tersebut, Edy menyetorkan kepada bandar besar di Malaysia, sementara
keuntungannya dibagi dua dengan Murdani dan diputar untuk bisnis properti, dan
bisnis properti tersebut diduga bertujuan untuk menghilangkan jejak pidana
aslinya, yaitu narkoba.
Dengan total penduduk sekitar 270 juta
jiwa, Indonesia adalah pasar besar bagi pengedar narkoba. Perdagangan narkotika
juga dapat dikatakan merupakan salah satu bisnis yang mudah masuk di Indonesia
dan hanya membutuhkan sumber dan dana. Ada berbagai kelompok yang bekerja untuk
memperdagangkan narkoba, terutama geng jalanan di banyak daerah perkotaan.
Pedagang ini memiliki kontak langsung dengan para addict-dealer yang merupakan tulang punggung dari perdagangan
narkoba.
Secara ekonomi, bisnis gelap narkoba
sangat menggiurkan. Berdasarkan hasil wawancara dengan seorang bandar narkoba
dari Sulawesi Selatan yang dilansir selasar.com pada tahun 2014, alasan
keuntungan yang besar dan cepat adalah alasan utama.[10]
Dalam waktu satu minggu, bandar tersebut dapat menjual sabu minimal total 1 kg.
Keuntungan bersih per kg adalah 400 juta. Dengan penjualan minimum per 50gr
seharga 50-52 juta. Sedangkan harga per 1 kg sabu di Tawau, Malaysia adalah
500juta. Menurut pengakuannya, menyelundupkan sabu dari Tawau ke Sulawesi
Selatan cukup mudah karena adanya kapal penumpang secara langsung dari Nunukan
tujuan Pare-Pare. Selain itu, karena terdapat oknum aparat, baik di Indonesia
ataupun di Malaysia, yang dapat "bekerja sama" dan dapat disuap jika
sewaktu-waktu sabu miliknya terkena razia.
Hingga saat ini, bisa dikatakan bahwa
Indonesia sekarang telah menjadi salah satu jalur utama dalam perdagangan
obat-obat terlarang. Banyak obat-obat terlarang diperdagangkan dan
diselundupkan oleh sindikat internasional yang terorganisasi, terutama karena
ada permintaan yang cukup tinggi dan Indonesia punya populasi muda yang besar
dan menjadi pasar narkoba yang besar juga.[11]
Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Kepala Bagian Humas BNN Komisaris
Besar Sumirat Dwiyanto yang menyatakan bahwa Indonesia dilirik oleh sindikat
internasional karena Indonesia dianggap sebagai great market and good price.[12]
Ia menjelaskan, hal tersebut terungkap saat BNN melakukan pemeriksaan terhadap
seorang tersangka sindikat narkoba yang ditangkap di Thailand. Tersangka itu
menyampaikan, Indonesia adalah pasar yang besar dan memiliki harga yang tinggi
untuk perdagangan narkotika.[13]
Hal ini sejalan dengan pemberitaan yang dilansir selasar.com yang menyatakan
bahwa harga sabu di Indonesia memang fantastis yaitu dua kali lipat dari harga
di Malaysia dan Tiongkok. Dengan kondisi geografis Indonesia yang sangat
terbuka, maka Indonesia kini secara perlahan tapi pasti juga mengalami
pergeseran yang semula tempat transit, kini menjadi negara tujuan, bahkan bisa
bertambah peran yaitu menjadi "gudang" atas narkoba dengan tujuan
Australia. Hal tersebut karena harga sabu di Australia dua kali lipat lebih mahal
dari Indonesia. Di antara pemain utama di Australia saat ini berasal dari
Vietnam, dan dengan alasan disparitas harga yang besar dan letak posisi
geografis Indonesia sebagai negara besar terdekat dengan Australia, maka
jaringan narkotika Indonesia mempunyai peluang lebih dalam penyelundupan
narkotika ke Australia.[14]
Berdasarkan kasus dan pemaparan di atas
dapat kita lihat bahwa kondisi perekonomian Indonesia yang tidak stabil, besarnya
populasi di Indonesia, pendapatan yang minim, serta kondisi yang memicu
keutamaan mencapai kesejahteraan ekonomi merupakan salah satu faktor utama
banyak orang yang terlibat dalam kasus peredaran narkotika. Keuntungan
mengedarkan narkotika sangat menggiurkan menyebabkan banyak orang yang
mengabaikan resiko-resiko yang mungkin ia hadapi. Jika dilihat dari model
ekonomi dalam melihat kejahatan terorganisasi, maka dapat dikatakan bahwa kasus
peredaran narkotika yang dilakukan oleh sindikat narkoba internasional
merupakan salah satu contoh dari market model, dimana di Indonesia terdapat
permintaan pasar yang tinggi akan narkoba.
Uang adalah alasan keberadaan sindikat
kejahatan besar dan uang juga merupakan sumber kekuatan mereka.[15]
Banyak negara yang telah memperketat hukumnya untuk menjebak pihak-pihak yang
melakukan pencucian uang. Namun, beberapa hukum tersebut tetap tidak bekerja.
Para pelaku pencucian uang juga sulit dituntut di sebagian besar negara tanpa bukti
bahwa ia mengatahui bahwa ia telah melakukan pencucian terhadap uang hasil
transaksi jual beli narkotika, serta bukti bahwa uang tersebut berasal dari
transaksi jual beli narkoba. Hal ini hampir mustahil untuk menghasilkan bukti
yang akan dibawa ke pengadilan. Meskipun pengedar narkoba dan obat-obatan yang
mereka jual dapat disita dan ditahan, para pelaku pencucian uang hampir, tanpa
pengecualian, sulit untuk ditahan.[16]
Selain itu pada umumnya bank juga hanya bertanggung jawab untuk mengetahui
siapa customer mereka, bukan siapa
yang berada di balik mereka.
Masih dari segi ekonomi, selain menjadi
salah satu penyebab utama dari eksistensi kejahatan narkotika sebagai kejahatan
terorganisasi, kejahatan narkotika juga memiliki kontribusi yang besar terhadap
ketidakstabilan ekonomi dan kerugian negara, sebab negara juga harus memberikan
anggaran yang cukup besar khususnya untuk sector kesehatan dan keamanan.
III.
PENUTUP
Berdasarkan pembahasan yang telah
dipaparkan pada bagian sebelumnya dapat kita lihat bahwa di Indonesia,
peredasaran narkoba merupakan salah satu bentuk kejahatan terorganisasi yang
sangat memprihatinkan. Hal ini dapat kita lihat dari tingginya angka penggunaan
dan pengedaran narkotika yang ada di Indonesia. Kondisi ekonomi Indonesia yang
cenderung tidak stabil memberikan kontribusi yang besar terhadap tingginya
angka kejahatan narkotika.
Selain itu, jika dilihat dari pendekatan
ekonomi dalam melihat kejahatan terorganisasi, eksistensi kejahatan
terorganisasi dalam sektor narkotika dapat dikategorikan dalam market model dimana terdapat permintaan
yang tinggi terhadap narkotba, sehingga Indonesia dilirik sebagai pasar yang
sangat potensial untuk perdagangan narkotika, baik oleh sindikat narkotika yang
ada di dalam negeri maupun sindikat narkoba internasional.
Pemaparan yang penulis sampaikan pada
bagian sebelumnya membuktikan hipotesis yang telah penulis ajukan di bagian
awal, bahwasanya faktor ekonomi
merupakan salah satu faktor utama yang melanggengkan eksistensi kejahatan
narkotika sebagai kejahatan terorganisasi di Indonesia. Hal ini dikarenakan
Indonesia yang memiliki populasi yang besar, penegakan hukum dan penjagaan yang
lemah khususnya di daerah-daerah perbatasan, kondisi masyarakat yang tidak
sejahtera, pendapatan yang dinilai tidak cukup, serta angka pengguna narkoba
yang tinggi yang berujung pada tingginya permintaan terhadap narkotika
Penulis juga memproyeksikan bahwa
apabila kondisi ekonomi Indonesia masih kerap tidak stabil ditambah dengan
lemahnya penegakan hukum terkait dengan kejahatan narkotika serta pencucian
uang dari hasil perdagangan narkotika, maka sindikat narkotika dalam maupun
luar negeri akan tetap eksis atau bahkan akan semakin berkembang. Upaya-upaya
yang sekiranya dapat dilakukan oleh pemerintah untuk meminimalisir atau
menghapuskan sindikat perdagangan narkoba di Indonesia diantaranya adalah
dengan menekan jumlah pengguna narkoba sehingga permintaan akan narkoba akan menurun
yang dapat dilakukan dengan berbagai upaya seperti sosialisasi terhadap
masyarakat, selain itu pemerintah juga seharusnya melakukan penegakan hukum
khususnya di daerah-daerah yang rawan seperti daerah perbatasan, hal ini
bertujuan untuk membatasi dan meminimalisir ruang gerak dari sindikat narkoba
tersebut. Selain itu hal penting lain yang dapat dilakukan oleh pemerinta
adalah dengan menjerat para pelaku kejahatan narkoba dengan UU Tindak Pencucian
Uang.
[1]
Muhammad Mustofa. 2010. Kriminologi –
Kajian Sosiologis Terhadap Kriminalitas, Perilaku Menyimpang dan Pelanggaran
Hukum. Bekasi: Sari Ilmu Pratama Hlm. 95
[2]
Frank E. Hagan. 2013. Pengantar
Kriminologi: Teori, Metode, dan Perilaku Kriminal. Jakarta: Kencana Hlm.558
[3]
Howard Abadinsky. 1990. Organized Crime 3rd
Ed. Chicago: Nelson-Hall Inc. Hlm. 267
[4]
Ibid.
[5]
http://nasional.news.viva.co.id/news/read/516363-bnn--pengguna-narkoba-di-indonesia-capai-4-2-juta-orang
diakses pada Sabtu 6 Juni 2015 pk. 13.00
[6]Cathy
Buchanan; Peter R. Hartly. 1992. The Economic Theory of Crime and Its
Implication for Crime Control. Australia: The Centre for Independent
Student Hlm. 3
[7]
Phil Williams; Roy Godson. 2002. Crime,
Law & Social Change – Anticipating
Organized and Transnational Crime. Netherland: Kluwer Academic Publishers Hlm.322
[8]
http://www.academia.edu/6294390/PEREKONOMIAN_INDONESIA_-_KETIMPANGAN_PENDAPATAN
diakses pada Sabtu 6 Juni 2015 pk. 13.30
[9]
http://nasional.news.viva.co.id/news/read/500547-cuci-uang-narkoba-di-bisnis-properti--adik-kakak-dicokok-bnn
diakses pada Sabtu 6 Juni 2015 pk. 16.00
[10]
https://www.selasar.com/politik/indonesia-darurat-narkoba
diakses pada Sabtu 6 Juni 2015 pk. 00.04
[11]
http://www.dw.de/pbb-indonesia-salah-satu-jalur-utama-penyelundupan-narkoba/a-18252054
diakses pada Sabtu 6 Juni 2015 pk. 19.35
[12]http://nasional.kompas.com/read/2012/06/07/15223854/Indonesia.Great.Market.dan.Good.Price.Perdagangan.Narkoba
diakses pada Sabtu 6 Juni 2015 pk. 21.00
[13]
Ibid.
[14]
https://www.selasar.com/politik/indonesia-darurat-narkoba
diakses pada Sabtu 6 Juni 2015 pk. 00.04
[15]
Claire Sterling. 1994. Crime Without
Frontiers.London: Little, Brown and Company Hlm. 197
[16]
Ibid. Hlm.207
Subscribe to:
Posts (Atom)